Dugaan Korupsi

BKPM Maluku Diduga Manipulasi Data dan Anggaran Surveilans Pengidap TB

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kantor BKPM Provinsi Maluku, diduga memanipulasi anggaran Surveilans TB.

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Tanita Pattiasina 

 

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Balai Kesehatan Provinsi Maluku diduga memanipulasi data dan anggaran Surveilans TB.

Surveilans TB merupakan pemantauan dan analisis sistematis terus-menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit TB.

Anggaran yang digelontorkan Pemerintah Provinsi untuk Surveilens TB pun tak sedikit, berkisar Rp 150-200 juta

" Banyak yang tidak turun melakukan pendataan, tapi menggandakan nama saja," kata salah satu sumber kepada TribunAmbon.com.

Sumber menjelaskan, tak semua pegawai Surveilens turun ke lapangan.

Namun, data surveilens lengkap.

Untuk membuat data tersebut seakan-akan asli, sejumlah petugas yang berkewajiban melakukan pendataan, sengaja menipulasi tanda tangan dan cap desa. 

Dari informasi yang dikumpulkan, stempel pemerintah desa yang diduga dipalsukan yakni, stempel Psmerintah Negeri Batu Merah, Negeri Passo, stempel Pemerintah Negeri Soya.

Untuk diketahui, setiap pegawai yang melakukan Surveilens mendapat honorarium.

Namun, tak semua mengambil honorarium Surveilans tersebut.

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan, manipulasi dilakukan untuk surveilens akhir tahun 2022.

Baca juga: 7 Tersangka Kasus Korupsi Kapal Pemda SBB yang Mangkir Harus Dipanggil Paksa

" Setiap pegawai, kurang lebih ada 71 orang, berkewajiban melakukan pendataan warga mereka, tapi banyak yang tidak bekerja, dan laporan itu dibuat-buat saja," urainya.

Sementara itu, Kepala Tata Usaha (KTU) BKPM, Habsah Marasabessy membantah hal itu.

Marasabessy mengatakan, setiap pegawai yang turun surveilens berhak mendapatkan uang honorarium. 

Bahkan, cap maupun stempel yang disebut dipalsukan pun tak benar.

"Jadi pegawai itu berhak dapat uang survelens ini, jadi semua itu pasti kami kasih. Jadi untuk cerita bahwa ada beberapa yang dapat dan ada beberapa yang tidak itu semua tidak. Tidak pernah terjadi seperti (pemalsuan cap) kecuali desa itu jauh atau dimana, ini kan katong tinggal datang, kalau sudah melaksanakan tugas kan katong tinggal minta tandatangan kenapa harus dipalsukan. Ya datang saja ke kantor desa, kan tanda tangan itu dengan mudah, kecuali ada kesulitan, kan tidak. Tidak pernah ada. Semua selalu turun, 71 orang yang selalu turun," kata Marasabessy saat dikonfirmasi TribunAmbon.com, Selasa (13/6/2023) malam.(*)

Berita Terkini