Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Mesya Marasabessy
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Cara unik warga Negeri Hila, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dalam membangunkan sahur.
Jika pada umumnya orang membangunkan sahur dengan cara keliling kampung sambil membawa perangkat sound system atau alat musik dan menyanyikan lagu-lagu religi serta dendang sahur, di Negeri Hila sendiri menggunakan cara yang berbeda.
Cara yang sudah menjadi tradisi dalam membangunkan sahur di desa wisata itu diberi nama Hadrat.
Yang mana, puluhan hingga ratusan orang berjalan sambil menggemakan dzikir dan puji-pujian kepada Allah SWT diiringi dengan tabuhan rebana.
Hadrat ini biasanya dimulai pada pukul 01.00 WIT dan akan berakhir pada pukul 03.30 WIT.
Tradisi ini tak mengenal umur, ada kelompok usia 9-10 tahun hingga para orang tua di atas 40 tahun.
Busana penari hadrat pun tak menentu, ada pakaian koko, gamis, sarung dan yang seragam meski pada umumnya yang berwarna putih.
Pegiat Hadrat Negeri Hila, Djamaludin Bugis mengatakan, hadrat bukan saja dilakukan di negeri Hila, tapi di sejumlah negeri Islam di Maluku.
"Bedanya kalau hadrat di daerah lain dilakukan untuk menyambut hari besar atau pada acara nikahan, disini kita buat untuk bangunkan sahur. Kita menyemarakan bulan yang mulia ini dengan puji-pujian kepada sang Ilahi," kata Djamaludin di Hila, Jumat (7/4/2023) dini hari.
Baca juga: Dianugerahi Desa Wisata, Ini Potensi Pariwisata Negeri Hila-Maluku Tengah
Dikatakan, hadrat di malam Ramadan sudah menjadi tradisi warga Negeri Hila.
Selain hadrat, sejumlah pemuda juga kerap mempertontonkan tarian dana-dana.
"Misalnya seperti yang dilihat saat ini. Setelah kita hadrat, kita isi juga dengan tarian dana-dana para pemuda," jelasnya.
Salah satu tokoh adat negeri Hila, Zulkarnain Ely mengungkapkan, membangunkan warga sahur dengan hadrat merupakan salah satu bentuk untuk tetap merawat tradisi yang ada di Hila.
"Andaikan ini tidak lagi kita lakukan, maka hilang sudah tradisi ini. Perkembangan zaman kadang membuat kita lupa dengan jati diri kita," sebutnya.
Diungkapkan, hadrat tidak dilakukan tiap malam.
Dalam sebulan puasa, terhitung hanya empat sampai lima kali hadrat digelar.
"Karena setiap lafal yang kami ucapakan dalam hadrat adalah kalimat pujian kepada Allah SWT. Makanya ini tradisi yang harus kita lestarikan sampai ke anak cucu kita kelak," pungkasnya.(*)