Waragonda Terbakar
Guru Besar Unpatti Imbau Kepolisian Arif Bijaki Masalah Masyarakat Adat Haya vs PT. Waragonda
Kata dia, perusahaan harus membangun partisipasi dan menjaga kondisi sosial ekonomi masyarakat agar keduanya berjalan secara kondusif
Penulis: Silmi Sirati Suailo | Editor: Fandi Wattimena
Laporan Jurnalis TribunAmbon.com, Silmi Sirati Suailo
MASOHI, TRIBUNAMBON.COM - Guru besar Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Prof Agus Kastanya mengimbau kepolisian arif bijaki persoalan yang dihadapi masyarakat adat Negeri Haya versus PT. Waragonda Minerals Pratama (WMP).
"Kita berharap Kepolisian memperhatikan semua faktor secara Arif dan terintegrasi. Disayangkan, investasi perusahaan kenapa tidak menjamin masyarakat dengan kearifan lokal dengan hak-hak adat mereka. Seperti tidak ada kompromi lalu masuk garap lahan-lahan yang dimiliki masyarakat," cecar Prof Agus saat diwawancarai TribunAmbon.com via seluler, Jumat (7/3/2025).
Kata dia, perusahaan harus membangun partisipasi dan menjaga kondisi sosial ekonomi masyarakat agar keduanya berjalan secara kondusif.
"Melanggar hak-hak adat dan ada sasi adat lalu dirusak itu sesuatu yang tidak dibenarkan. Kita melihat masyarakat adat sederhana berupaya menjaga eksistensi mereka jika terjadi kerusakan maka mereka yang menanggung akibatnya," ungkapnya.
Sebetulnya, sejak awal di pesisir pulau-pulau kecil, khususnya pesisir Pulau Seram ancamannya luar biasa, bisa saja terkena dampak kenaikan permukaan laut dan abrasi, apalagi kalau untuk aktivitas tambang.
"Sebenarnya UU No.1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, melarang aktivitas penambangan, terlebih ini wilayah pesisir," terangnya.
Ia menyinggung perihal temuan LBH mengidentifikasi penyebab kerusakan lingkungan di pesisir pantai dan di sungai. Padahal di sungai tergantung lebar sungai tetapi di kiri kanan sungai daerah harus dilindungi. Itu dari aspek ekologi. Dari UU pesisir dan pulau-pulau kecil dilarang untuk ditambang.
Baca juga: Miris! Lampu Jalan di Sepanjang Protokol Tak Berfungsi, Warga: Hanya Pajangan
Baca juga: Bendahara Negeri Air Kasar SBT Ditahan Jaksa, Diduga Korupsi Rp 500 Juta Bersama Kades
"Pada prinsipnya semua pembangunan atau investasi harus mempertimbangkan tiga faktor utama. Pertama, ekologi atau lingkungan, kedua faktor sosial budaya masyarakat, ketiga faktor ekonomi yang tidak merusak," tukasnya.
Artinya, ia berharap aparat kepolisian tidak hanya melihat sesederhana itu, ada reaksi dari masyarakat karena perusahaan melakukan hal-hal yang tidak benar kemudian masyarakat hanya diganjar dengan aturan-aturan positif.
"Saya kira dari dasar-dasar hukum sebetulnya tidak menggangu tiga faktor utama tadi. Prinsipnya mereka (pihak kepolisian) harus melihat itu sebagai satu kesatuan, dan kalau ditelurusi ada UU juga (melindungi hak masyarakat adat) walaupun itu (perusahaan) diberi izin," ucap dia.
Ditegaskan, kewajiban perusahaan menjaga ketertiban masyarakat bukan datang dengan izin yang ada, lalu merusak lingkungan maupun tatanan sosial budaya masyarakat.
"Saya sangat konsen dengan masyarakat adat karena mereka sangat dikorbankan. Apalagi di Maluku mereka selalu dimarginalisasi. Kita sementara memperjuangkan UU masyarakat hukum adat walaupun kendalanya masih melalui proses di DPR RI yang belum temui kejelasan," tutupnya. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.