Ambon Hari Ini

Peresmian Hutan Musik 'Booy Ratan' di Amahusu Jadi Kado Perayaan 5 Tahun Ambon City of Music

Aneka kuliner khas Ambon juga disediakan seperti, sagu gula, wajik hingga seduhan hangat kopi khas Maluku, Kopi Tuni menemani waktu terbenamnya

Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Fandi Wattimena
TribunAmbon.com/ Jenderal Louis
Ketua Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Unpatti, Dr. Irwanto berpose di tangga menuju Hutan Musik Booy Ratan, Negeri Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Kamis (31/10/2024) 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Hutan Musik di Negeri Amahusu, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon kini diresmikan.

Peresmian Hutan Musik Booy Ratan merupakan salah satu agenda Amboina International Music Festival, Kamis (31/10/2024).

Kontingen dari berbagai negara yang hadir turut menikmati lantunan musik pada acara peresmian itu.

Aneka kuliner khas Ambon juga disediakan seperti, sagu gula, wajik hingga seduhan hangat kopi khas Maluku, Kopi Tuni menemani waktu terbenamnya matahari.

Dalam kesempatan itu, Direktur Ambon Music Office (AMO), Rony Loppies menjelaskan pentingnya hutan musik dalam mendukung keberlanjutan kota kreatif di tahun 2030.

Dikatakan, bukan hanya kemampuan memainkan alat musik semata, tetapi kepedulian terhadap isu perubahan iklim juga menjadi penting.

Baca juga: Pra-Ekspedisi EIGER Adventure Rekam Lanskap Keberagaman di Maluku 

Baca juga: Stepanus Layanan Jabat Sementara Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tenggara

"Konsep hutan musik ini dibangun berbasis pada Sounds of Green yang menjadi program inovasi dari Ambon Music Office, dengan demikian maka musik kita hubungkan dengan lingkungan," katanya.

Lanjutnya, hutan musik ini juga merupakan bagian dari kerja sama dengan Jurusan Kehutanan Unpatti meneliti cadangan karbon dari hutan musik Booy Ratan.

"Karena itu bisa dilihat sendiri di sini ada plot ukur permanen yang berdasarkan hasil kerja sama AMO dengan Jurusan Kehutanan Unpatti. Kita bangun plot ukur permanen cadangan karbon juga bisa mengukur berapa banyak tanaman ini bisa menyerap karbon," tuturnya.

Dirinya menegaskan menjaga hujan berarti melestarikan musik, karena alat musik tradisional bahannya didapat dari hutan.

Ketika hutan tidak dilestarikan maka bukan tidak mungkin, lambat laun musik tradisional juga punah.

"Menjaga hutan berarti menjaga kelangsungan musik, karena bahan baku pembuatan alat musik seperti tifa menggunakan kayu dan bambu. Kalau bahan baku hilang maka alat musik juga terancam hilang," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Unpatti, Dr. Irwanto mengungkapkan banyak hal yang dapat dipelajari dari hutan musik.

Termasuk mengukur tingkat penyerapan karbon.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved