Pengangguran

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Apa Penyebabnya?

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023, lulusan SMK/SMA dan sederajat yang menganggur berjumlah 8,6 persen.

Editor: Adjeng Hatalea
Ist
Ilustrasi pengangguran 

TRIBUNAMBON.COM - Berdasarkan data terbaru, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menyumbang pengangguran terbanyak di Indonesia.

Hal itu diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah.

"Memang benar, data terakhir output SMK 8,9 persen itu ternyata menyumbangkan pengangguran," ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI, Senin (20/5/2024).

Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2023, lulusan SMK/SMA dan sederajat yang menganggur berjumlah 8,6 persen.

Angka tersebut merupakan yang tertinggi dalam data pengangguran menurut pendidikan, disusul lulusan diploma ke atas sebanyak 5,10 persen, sekolah dasar 3,34 persen, serta tidak pernah sekolah sejumlah 1,51 persen.

Fenomena mismatch jadi alasan lulusan SMK menganggur

Ida menyampaikan, pendidikan dan pelatihan vokasi termasuk melalui SMK adalah upaya pemerintah untuk menyiapkan tenaga kerja yang kompeten dan siap kerja.

Sayangnya, di lapangan, sering kali terjadi fenomena mismatch atau ketidaksesuaian antara lulusan pendidikan vokasi dan kebutuhan pasar kerja.

"Kenapa SMK menyumbangkan pengangguran, di antaranya didapati mismatch, jadi output dari pendidikan vokasi belum mampu berkesesuaian dengan kebutuhan pasar kerja," papar Ida.

Baca juga: BPS Catat Pengangguran di Maluku Turun pada Februari 2024

Guna mengatasi hal tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi.

Menurut Ida, aturan yang terbit dan berlaku sejak 27 April 2022 itu meminta pendidikan dan pelatihan vokasi untuk melakukan revitalisasi dalam rangka mendukung kebutuhan pasar kerja. Artinya, pendidikan dan pelatihan vokasi harus mampu menjawab kebutuhan dunia usaha dan industri.

"Selama ini memang jaka sembung, harus dikatakan begitu. Dilatih, dididik apa, kemudian pasar kebutuhan kerjanya seperti apa, tidak nyambung," kata Ida.

Tidak hanya Kementerian Ketenagakerjaan, Perpres Nomor 68 Tahun 2022 juga melibatkan sejumlah pemegang kepentingan lain, salah satunya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

"Harapannya ada sinergitas antara pemangku kepentingan untuk menyiapkan tenaga kerja yang kompeten, menjawab kebutuhan pasar kerja," terangnya.(*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved