Nasional

Hasto Sebut Jokowi Sempat Ingin Ambil Alih PDIP dan Utus Menteri Agar Megawati Serahkan Kursi Ketum

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto klaim Presiden Jokowi sempat ingin mengambil alih PDIP dari Ketum Megawati Soekarnoputri.

Dok Sekretariat Presiden
FOTO DOKUMENTASI./ Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Presiden ke-5 RI yang juga Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri di Istana Negara pada Selasa (7/6/2022) 

TRIBUNAMBON.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebutkan sempat  ingin mengambil alih PDIP.

Hal tersebut dikatakan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto dalam acara bedah buku “NU, PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971” karya Ken Ward (1972) di kawasan Cikini, Jakarta, Selasa (2/4/2024).

Hasto mengatakan  Jokowi juga sempat  menugaskan seorang menterinya untuk bertemu mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Ryaas Rasyid.

Dia menuturkan, upaya tersebut dilakukan sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024.

"Jadi jauh sebelum Pemilu, beberapa bulan, antara 5-6 bulan," kata Hasto.

Hasto mengungkapkan, menteri yang diutus Jokowi untuk bertemu Ryaas Rasyid itu memiliki kekuatan super power di Kabinet Indonesia Maju (KIM).

Baca juga: Menhub Ingatkan Maskapai Taati Tarif Batas Atas Harga Tiket Pesawat Selama Idul Fitri

"Ada seorang menteri, ada super power full, ada yang power full. Supaya enggak salah, ini ditugaskan untuk bertemu Ryaas Rasyid oleh Presiden Jokowi," ujarnya.

Saat itu, kata dia, Ryaas Rasyid diminta menteri itu untuk membujuk Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri agar menyerahkan kursi ketua umum (Ketum).

"Pak Ryaas Rasyid ditugaskan untuk membujuk Bu Mega, agar kepemimpinan PDIP diserahkan kepada Pak Jokowi," ucap Hasto.

Hasto mengungkapkan, Jokowi disebut ingin menduduki kursi Ketua Umum PDIP dalam rangka kendaraan politik 21 tahun ke depan.

Melihat upaya tersebut, Hasto menjadi teringat akan sosok Presiden Kedua RI Soeharto yang juga dinilai ingin mempertahankan kekuasaan.

"Nah ini harus kita lihat, mewaspadai bahwa ketika berbagai saripati kecurangan pemilu 1971, yang menurut saya 1971 saja enggak cukup, ditambah 2009, menghasilkan 2024 kendaraan politiknya sama," tandasnya.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Menyelamatkan Bayi Baru Lahir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved