Info Terkini
Hujan Lebat Setelah Ritual Beri Makan Gunung Lewotobi, Tetua Adat: Tanda Leluhur dan Alam Merestui
Tube Ile adalah ritual memberi makan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi, sekaligus permintaan maaf atas ulah manusia yang mengusik ketentra
TRIBUNAMBON.COM - Hujan yang mengguyur Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur dua hari terakhir, Kamis (4/1/2024) dan Jumat (5/1/2024) adalah tanda leluhur dan alam merestui ritual adat Tube Ile.
Tube Ile adalah ritual memberi makan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi, sekaligus permintaan maaf atas ulah manusia yang mengusik ketentraman alam.
Sebelumnya, tetua adat Desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur menggelar ritual tersebut, Rabu (3/1/2024).
Namun ritual Tube Ile yang berlangsung adalah permulaan, dan rencananya akan dilanjutkan hari ini.
"Setelah kami buat ritus lalu terjadi hujan, itu dari pandangan kearifan lokal bahwa leluhur sudah menyetujui apa yang kami minta," kata Tuan Tanah Suku Puka sekaligus pemilik Gunung Lewotobi, Tobias Lewotobi Puka, Jumat (5/1/2023).
Lanjutnya, hujan lebat selama beberapa jam sejak di dua hari itu bukan sekadar tanda, namun bukti bahwa adat menjadi relasi antara manusia dengan Tuhan, alam dan leluhur.
Ritual untuk Gunung Lewotobi Perempuan dan Gunung Lewotobi Laki-Laki atau bahasa adat setempat disebut 'Ile Bele' (gunung besar) itu melibatkan suku Puka, Tobi, Kwuta, Wolo, Noba, dan Tapun.
Baca juga: Erupsi di Flores Timur, Tetua Adat Turun Tangan Beri makan Gunung Lewotobi
Mereka membawa anak kambing dan sesajen lain seperti, sirih, pinang, telur ayam, arak, tembakau, dan braha atau penyatuan benang dan kapas warna merah-putih.
Penyembelihan kurban untuk Ile Lake (gunung laki-laki) dan Ile Wae (gunung perempuan) itu dilakukan Suku Puka karena menjadi komando dalam ritus sakral itu.
Tobias mengatakan ada dua mesbah, tempa melangsungkan ritual Tuba Ile. Sesajen yang mereka bawa kemudian diletakan di bawah batu besar yang menyerupai payung.
"Ada mesbah, jarak masing-masing 10 meter. Itu batu membentuk seperti payung. Ada lubang dalam batu itu, kemudian kami letakan sesajen di bawah batu," ungkapnya.
Dalam ritual itu, tua adat melantunkan mantra adat untuk menghormati gunung, tuan tanah suku Puka dan tetuah adat Nawokote akan menancapkan besi dalam tanah.
"Itu semacam penonggak, kita paku bumi dan tahan Ile (gunung) supaya jangan tumbang," katanya.
Usai ritual, tetuah adat Nawokote langsung berlutut dan menghormati gunung, kemudian berjalan mundur dari mesbah pertama ke mesbah kedua yang berjarak 10 meter.
Sementara dari mesbah kedua hingga kembali ke Desa Nawokote, para tetuah adat maupun siapa saja yang terlibat dalam ritual itu tidak boleh mengengok ke belakang.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.