Awal Mula Terbentuknya Danau Wae Ela Negeri Lima, hingga Kini Dijadikan Destinasi Wisata Alam

Pernahkah Anda mendengar atau bahkan berkunjung ke Danau Wae Ela?. Salah satu spot wisata yang terletak di Negeri Lima.

Penulis: Adjeng Hatalea | Editor: Salama Picalouhata
TribunAmbon.com/Adjeng
TRAVEL NEWS: Pengunjung saat bermain perahu di Danau Wae Ela, Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, Minggu (12/6/2022). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Adjeng Hatalea

TRIBUNAMBON.COM – Pernahkah Anda mendengar atau bahkan berkunjung ke Danau Wae Ela?

Salah satu spot wisata yang terletak di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah ini menjadi destinasi para wisatawan karena keasriannya.

Namun siapa sangka, danau yang tenang ini terbentuk dari sebuah bencana alam yang terjadi pada 2012 silam.

Kepada TribunAmbon.com, salah seorang warga Negeri Lima, Arif Soumena menuturkan awal mula kejadian tersebut.

Pada suatu pagi di 2012, warga desa tersebut hendak melakukan rutinitas, seperti mandi dan mencuci.

Mereka dikagetkan dengan sungai Wae Ela yang hampir tak dialiri air.

Melihat fenomena yang belum dikatahui sebabnya itu, warga pun panik, bahkan ada yang menangis.

“Saat runtuh warga panik, ketika mereka turun ke sungai; ada yang mau mandi, dan sebagainya. Mereka panik, bahan ada yang menangis ketika melihat sungainya sudah kering,” ucap Soumena ketika diwawancara TribunAmbon.com di lokasi, Minggu (12/6/2022).

setelah dicek, dengan menyusuri jalur sungai, didapati material berupa batu, tanah, pasir, batang pohon menghalangi aliran air.

Ternyata, satu dari tiga gunung di Negeri Lima mengalami longsor hebat.

Aktivitas penebangan liar, curah hujan yang tinggi, serta derajat kemiringan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tinggi dicurigai sebagai faktor penyebab terjadinya longsor.

Akibat longsoran tersebut, maka terbentuklah waduk yang menampung air kurang lebih jutaan meter kubik di dalamnya.

Waduk itu kemudian diberi nama Natural Dam Wae Ela oleh Pemerintah Provinsi Maluku, pada masa kepemimpinan Karel Albert Ralahalu, dan dijadikan sebagai destinasi wisata.

TRAVEL NEWS: Pemandangan Danau Wae Ela di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, Minggu (12/6/2022).
TRAVEL NEWS: Pemandangan Danau Wae Ela di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah, Minggu (12/6/2022). (TribunAmbon.com/Adjeng)

Bahkan, Gubernur Karel pernah melepaskan sebanyak kurang lebih 30.000 ekor bibit ikan di dam tersebut.

Untuk mengantisipasi tingginya muka air, dikarenakan intensitas curah hujan tinggi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Maluku memasang pembatas (pasangan batu kali).

Kurang lebih setahun setelah air sungai yang terhalang bongkahan gunung itu jebol dan menghantam hampir setengah dari Negeri Lima.

Musibah yang terjadi pada 25 Juli 2013 ini menyapu setidaknya 300 rumah warga.

Setelah kejadian naas yang memakan 1 korban meninggal dunia, 1 dinyatakan hilang, dan puluhan warga luka-luka itu menyisakan luka warga Maluku.

Kini, hampir sembilan tahun berlalu, waduk itu masih terbentuk.

Sekitar 50 persen material sisa longsor silam masih menghalangi aliran sungai.

Dijadikan sebagai Destinasi Wisata

Kini danau dengan luas kurang lebih 300m itu dijadikan sebagai destinasi wisata bagi warga lokal.

Keindahannya terdengar hingga seantero masyarakat Maluku, menjadikan tempat ini kerap dikunjungi, terlebih di akhir pekan.

Ragam Aktivitas yang Bisa Dilakukan di Danau Wae Ela

Banyak aktivitas yang bisa dilakukan di danau yang dikelilingi pepohonan ini.

Muda-mudi yang datang berkelompok memilih mendirikan tenda dan berkemah, menghabiskan semalaman sambil membuat api unggun.

Pagi harinya sekitar pukul 07.00 WIT, pelancong berdatangan untuk memancing Ikan Mujair.

Ada yang dilakoni sekadar hobi, ada juga hasil tangkapannya untuk dikonsumsi.

Di jam yang sama, terlihat pasangan sejoli dengan romantisnya mengambil perahu yang terbuat dari ranting pohon sagu.

Mereka adalah warga lokal yang menggunakan perahu untuk transportasi ketika melewati danau menuju ke kebun.

Mereka menyusuri danau dengan membawa sejumlah anakan tanaman umur panjang, seperti Cengkih dan Pala.

Jika musim panen tiba, berkarung Pala turut dimuat di atas perahu itu.

Selain sebagai alat transportasi tani, perahu juga kerap digunakan pengunjung sebagai wahana bermain di danau.

Entah disewakan, atau dipinjam dari warga lokal, namun tetap menjadi salah satu aktivitas favorit yang mesti dilakukan.

Ketika berkunjung di danau ini, hal yang tak boleh dilewatkan juga, yakni memancing.

Bagi sebagian orang, mamancing dilakoni sebagai aktivitas olahraga, bahkan hobi.

Namun, bagi sebagian orang justru hal ini selain menyenangkan juga mengenyangkan.

Terutama bagi pengunjung yang berkemah di sana.

Sebagai pelengkap menu santapan saat berkemah, para wisatawan kerap menghabiskan waktunya dengan memancing Ikan Mujair.

Seperti yang dilakoni Kartika Ayu Fitriani, salah seorang pengunjung dari Kota Ambon ini.

Bermodalkan senar, kail dan umpan, Ayu mengaku senang, karena mampu menangkap ikan.

Kail yang digunakan cukup kecil, sesuai dengan target ikan yang mau ditangkap Ayu, yakni Gurame.

TRAVEL NEWS: Hasil mancing Ikan Gurame di Danau Wae Ela di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah , Minggu (12/6/2022).
TRAVEL NEWS: Hasil mancing Ikan Gurame di Danau Wae Ela di Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah , Minggu (12/6/2022). (TribunAmbon.com/Adjeng)

Ayu kerap mendengar cerita pengalaman dari rekan-rekannya, ketika mereka memancing ikan di danau ini.

Merasa penasaran, mahasiswi semester akhir di Universitas Pattimura ini juga ingin memperkaya pengalamannya dengan merasakan sensasi memegang senar, sambil menunggu kailnya tertancap di mulut ikan.

Tak lama begitu umpan dibuang ke danau dari jarak duduknya sekira 3 meter, Ayu sumringah melihat seekor Mujair meliuk-liuk di permukaan air.

“Tapi kalau yang masih kecil banget dibalikin, kasihan,” ucap Ayu malu-malu saat ditanyai TribunAmbon.com di lokasi.

Danau Wae Ela juga dijadikan sebagai wisata permandian.

Belum lengkap rasanya, jika belum nyebur.
Seperti itulah kesannya, begitu melihat danau tenang berwarna hijau ini.

Namun, pastikan benar-benar bisa berenang sebelum nyebur.

Sebab, kedalaman airnya mencapai hingga 30m.

Jalur ke Danau Wae Ela

Berada di dataran Pulau Ambon, menjadikan Danau Wae Ela sering dikunjungi warga di daerah tersebut.

Dari pusat Kota Ambon, membutuhkan waktu sekitar 1 jam 30 menit mengunakan kendaraan beroda dua maupun empat.

Begitu tiba di Negeri Lima, pengguna kendaraan mobil harus berjalan kaki dari jalan utama melewati jalan tani menuju Danau Wae Ela.

Namun, bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan beroda dua, seperti motor, jalurnya bisa ditempuh sekitar 10 menit.

Ada tempat pemberhentian, yang dikhususkan warga lokal untuk memarkirkan kendaraannya.
Jangan khawatir motornya dirusaki, atau dicolong.

Sebab, sejauh ini tidak ada kejadian seperti itu, meski tidak ada penjaga parkiran.

Perjalanan kemudian dilanjutkan sekitar 30 hingga 1 jam, dengan rute menanjak.

Sebelum menuruni gunung, dengan tanda penunjuk jalan bertuliskan ‘Welcome to Danau Wae Ela’, pengunjung direkomendasikan untuk melihat pemandangan danau dari ketinggian.

Jika, pengunjung cukup berani untuk menaiki tebing batu di kawasan itu, pemandangan tersapu seluruh danau.

Namun, jika tak cukup nyali, direkomendasikan untuk langsung menuruni gunung yang cukup terjal itu.

Jadi, pastikan sebelum menanjak, kostum yang dipakai disesuaikan dengan arena, mulai dari alas kaki, hingga kepala.

Saat memasuki kawasan danau, visual wisatawan dimanjakan dengan warna hijau yang asri dan segar.

Pepohonan rimbun mengelilingi danau, airnya yang tenang, membuat teduh dan menyenangkan.

Ada sejumlah papan imbauan yang dipasang warga lokal di hampir setiap sisi sungai.

Salah satunya bertuliskan “Percuma bawa skincare di bendungan, kalo tidak care terhadap lingkungan”.

Untuk itu, salah seorang pengunjung, Nina Apriliani Weda mengingatkan agar keindahan alam Danau Wae Ela ini dapat dijaga kelestariannya.

“Teman-teman, yang paling penting adalah kita harus menjaga lingkungan, jangan membuang sampah di sini karena alamnya yang sangat indah. Lalu ketika kita mengotorinya dengan sampah-sampah bawaan kita lalu apa jadinya?,” ucap Nina. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved