Upaya Damai Ditolak, Masyarakat Yaputih Maluku Tengah Bakal Kukuhkan Raja Adat
ikap tersebut merupakan respon mereka terhadap Kepala Pemerintah Negeri Yaputih, Yurisman Tehuayo yang menolak poin-poin tuntutan sebagai upaya damai.
Penulis: M Fahroni Slamet | Editor: Salama Picalouhata
TRIBUNAMBON.COM - Masyarakat Negeri Yaputih, Maluku Tengah, akan mengukuhkan raja adat.
Sikap tersebut merupakan respon mereka terhadap Kepala Pemerintah Negeri Yaputih, Yurisman Tehuayo yang menolak poin-poin tuntutan sebagai upaya damai buntut penetapannya secara sepihak oleh Bupati Maluku Tengah, Tuasikal Abua.
Dalam poin tuntutan tersebut, mereka meminta Yurisman menyurati kepala-kepala Marga Adat atau Soa melakukan musyawarah pemberhentian dan pemilihan Saniri yang baru.
Selain itu, mereka juga memintanya menggantikan struktur dalam staf pemerintahan dan yang paling terpenting yakni mengantikan Sekretaris Negeri, Jamaludin Hatapayo dari jabatannya.
Juga menyelesaikan sengketa Mata Rumah Perintah yang berhak menjadi Kepala Pemerintah di dalam Negeri Yaputih.
Diketahui, Yurisman menolak tuntutan masyarakat dengan alasan semuanya adalah kewenangan pemerintah daerah. Sementara untuk masalah sengketa Mata Ruma Parentah dia mengatakan harus diselesaikan di pengadilan.
Kepala Marga Tehuayo Mete, Arfat Tehuayo mengatakan, dalam tradisi pengangkatan anggota Saniri, di dalam masyarakat adat seperti Negeri Yaputih mutlak diangkat dari musyawarah masing-masing Marga Adat, bukan wewenang bupati.
Baca juga: Dilantik Sepihak Bupati Tuasikal, Kepala Pemerintah Negeri Yaputih Diusir Warga
Baca juga: Usai Dilantik, Kepala Pemuda Negeri Yaputih Janji Bakal Jaga Tatanan Adat dan Tradisi Negeri
Selain itu, kata dia, di dalam keanggotaan Saniri, harusnya tidak ada pendatang.
"Ini yang tidak dipahami oleh Yurisman. Mestinya sebagai anak yang lahir dari marga adat, dia harus pahami sistem adat istiadat dalam negeri Yaputih, bukan semua kewenangan dilimpahkan ke pemerintah daerah, " tegasnya.
Sementara itu, Kepala Marga Lilihata, Safwan Lilihata mengatakan, di masa kepemimpinan Raja Sarjan Tehuayo, di tahun 2006 hingga 2011, sembilan marga adat yang ada diakomodir untuk menjadi anggota Saniri.
"Itu mutlak hak prerogatif masing-masing marga adat. Tidak ada intervensi dari pihak pemerintahan, " ucapnya.
Safwan menambahkan, saat itu, kepemimpinan Sarjan Tehuayo , dirinya juga masuk dalam keanggotaan Saniri.
Saniri saat itu, tidak pernah mengetahui tentang Peraturan Negeri yang dibuat.
Peraturan Negeri diatur oleh Sarjan Tehuayo sebagai Kepala Pemerintah Negeri dan Nirwan Sangadji sebagai Sekretaris Negeri.
"Ini kan rancu. Kami sembilan anggota saniri waktu itu tidak tahu, mestinya jika ada sosialisasi tentang Perda mata rumah perintah, kami diberitahukan saat itu, dan wewenang kami yang harus atur Perneg, bukan Pemerintah Negeri. Pernah kami rapat, dengan semua unsur dan Pemerintah Negeri di masa pemerintahan Sarjan Tehuayo, tapi yang kami tanda tangani adalah kertas kosong. Kertas kosong itu kemungkinan celah untuk lampirkan bukti dukungan bahwa mata rumah parenta adalah dari keturunan Tehuayo Mete Upu Leka, kemudian, jika Perneg benar diketahui oleh kami waktu itu, minimal ada lampiran berita acara pendatanganan dari kami sebagai Saniri di masa itu, " ujarnya.
Kapala marga Walalayo menambahkan, dalam sejarah pemerintahan di Negeri Yaputih mestinya masih menganut sistem demokrasi.
Lantaran jika mengacu pada Perda Tahun 2006 Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan dan Pelantikan Kepala Pemerintah Negeri di mana sesuai Adat istiadat setempat terdapat, matarumah perintah atau keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintah Negeri lebih dari satu, dapat dilakukan pemilihan berdasarkan musyawarah.
"Dalam Perda, pasal itu sudah tertera jelas, mestinya demokrasi terbatas harus dijalankan di mana semua lembaga dan marga adat bersepakat mengakomudir marga-marga besar masuk dalam sistem matarumah perintah kemudian di pilih oleh Saniri, " ujarnya.
Menurut dia, demokrasi terbatas mengedepankan musyawarah bersama. Dan kesepakatan pergantian masa jabatan juga, melalui musyawarah bersama. Ketika akhir masa periodesi, tutur dia, dapat alihkan ke marga lain.
" Tidak bisa berlakukan Mataruma tunggal. Karena Negeri Yaputih bukan keturunan garis lurus. Selama ini di Negeri Yaputih menganut sistem Demokrasi. Yaputih bukan negeri tua, negeri baru yang awalnya berdiri di dalam hak Ulayat negeri lain, " ujarnya.
Selain itu, Kepala Pemuda Negeri Yaputih, Josan Hatapayo menyatakan, menyangkut dengan pemberhentian Jamaludin Hatapayo sebagai sekretaris Negeri Yaputih adalah gawenya Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal itu keliru.
Menurut Josan, Yurisman harus memposisikan diri dengan benar. Desakan yang disampaikan semua unsur terpenting di dalam Negeri Yaputih adalah keresehan terbesar terhadap Jamaludin. Ia gagal membantu pemerintahan serta tidak memberikan contoh yang tidak baik kepada masyarakat.
"Kami menduga, setiap masalah di Negeri ini adalah ulah oknum-oknum yang tidak mau Negeri ini berkembang dan seenaknya mengambil keputusan sepihak, tanpa mempertimbangkan dengan matang keputusan semua lembaga. Oknum itu, kami mendugs salah satunya Jamaludin Hatapayo, " ujarnya.
Ketua Bidang OKK Pengurus Pemuda Negeri Yaputih, Idgam Walalayo menyatakan, sengketa mata rumah perintah tidak perlu serta merta harus diselesaikan melalui jalur pengadilan, mestinya, kata dia, dapat diatur melalui musyawarah bersama oleh semua Lembaga yang ada dalam internal Negeri Yaputih.
Menurutnya, Saniri Negeri Yaputih tidak paham menjalankan tugas dan fungsinya selalu Lembaga yang memiliki peran dalam merancang peraturan Negeri.
"Sementara Perneg nomor 2 tahun 2008 itu saja tidak dirancang oleh Saniri. Kan Saniri bisa revisi Perneg itu. Jadi, Badan Saniri sekarang Kalau tidak paham dengan tugas dan fungsi lebih baik mundur dari jabatan itu. Perneg tentang pembentukan Badan Saniri saja tidak ada, mau sok-sokan seakan mengawal aspirasi masyarakat. Kami malu memiliki Saniri seperti ini di dalam Negeri Yaputih, " tegasnya.
Dari semua keputusan, itu kata Idgam, pengkuhan Raja Adat adalah solusi yang paling baik. "Lantik Raja Adat merupakan jawaban mutlak untuk menjaga tatanan Adat dan marwah Adat Negeri ini," tegasnya.
Untuk diketahui, keputusan pengukuhan Raja Adat nantinya telah disepakati oleh sejumlah lembaga, setelah mendapat surat balasan dari Kepala Pemerintah Negeri.
Yakni Lembaga Adat, Lembaga agama, sembilan Kepala Marga Adat, Kordinator Ketua RT, Kepala Pemuda dan Pengurus Kesatuan Pemuda Pelajar Mahasiswa Yaputih (KPPM-Y). (*)