Nasional

Serangan Rusia ke Ukraina Berpotensi Jadi Perang Dunia III, Ini Dampaknya ke Indonesia

Serangan Rusia ke Ukraina disebut berpotensi menjadi Perang Dunia III. Meski begitu untuk saat ini, dampak Rusia vs Ukraina belum memiliki dampak lang

Editor: Adjeng Hatalea
Aris Messinis/AFP
Seorang pria duduk di luar gedungnya yang hancur setelah pemboman di kota Chuguiv, Ukraina Timur, Kamis (24 Februari 2022). Angkatan bersenjata Rusia menyerang Ukraina dari beberapa arah, menggunakan sistem roket dan helikopter untuk menyerang posisi Ukraina di selatan, perbatasan kata layanan penjaga. - Pasukan darat Rusia pada hari Kamis menyeberang ke Ukraina dari beberapa arah, kata dinas penjaga perbatasan Ukraina, beberapa jam setelah Presiden Vladimir Putin mengumumkan peluncuran serangan besar-besaran. Tank Rusia dan alat berat lainnya melintasi perbatasan di beberapa wilayah utara, serta dari semenanjung Krimea yang dicaplok Kremlin di selatan, kata badan tersebut. 

JAKARTA, TRIBUNAMBON.COM - Serangan Rusia ke Ukraina disebut berpotensi menjadi Perang Dunia III. Meski begitu untuk saat ini, dampak Rusia vs Ukraina belum memiliki dampak langsung ke Indonesia.

"Kalau dampak mungkin saat ini tidak langsung ya. Karena harga minyak sudah semakin membumbung," kata Pakar Hukum Internasional, Hikmahanto Juwana, Jumat (25/2/2022). Invansi Rusia kepada Ukraina pun dinilai akan mempengaruhi harga barang-barang impor. Selain itu, kata Hikmahanto, bursa saham pun ikut terdampak.

"Lalu pasar modal dan pasar uang terpengaruh sehingga perlu mengantisipasi ini," tuturnya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (24/2/2022), di hari yang saat Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina.

IHSG disebut terkena efek negatif invasi Rusia ke Ukraina, yang dinilai bisa menjadi Perang Dunia (PD) III.

"Operasi milter yang dilancarkan oleh Rusia dan serangan balik oleh Ukraina berpotensi untuk bereskalasi menjadi PD III," ujar Hikmahanto.

Berbagai upaya dari negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat sebenarnya sudah dilakukan, termasuk dengan menjatuhkan sanksi ekonomi.

Meski begitu, menurut Hikmahanto, sanksi tersebut tidak akan efektif karena adanya tiga alasan. "Pertama, sanksi ekonomi baru akan terasa di level masyarakat Rusia dan para elit dalam waktu 6 bulan bahkan satu tahun ke depan," ucap Guru Besar Universitas Indonesia itu.

"Kedua, Rusia harus dibedakan dengan Iran ataupun Korea Utara yang masih sangat bergantung pada banyak negara," sambung Hikmahanto. Alasan ketiga adalah karena Rusia akrab dibantu oleh sekutu-sekutunya, bahkan oleh China yang melihat potensi keuntungan secara finansial.

Hikmahanto menilai, penyelesaian melalui Dewan Keamanan PBB tidak akan membuahkan hasil. Hal ini mengingat di dalam DK PBB ada Rusia yang merupakan Anggota Tetap yang memiliki hak veto.

"Apapun draf resolusi yang bertujuan untuk melumpuhkan Rusia secara militer akan diveto oleh Rusia," ucap dia.

Satu-satunya upaya terbuka untuk penyelesaian damai Rusia vs Ukraina disebut adalah melalui Majelis Umum (MU) PBB. Sebab dalam MU PBB tidak ada hak veto dan semua negara anggota memiliki satu suara yang sama.

Selain itu, semua negara yang menjadi anggota MU PBB bisa berperan.

"Dalam sejarahnya MU PBB pernah melaksanakan tugas menjaga perdamaian. Pada tahun 1950 saat pecah perang di Semenanjung Korea, MU PBB mengeluarkan resolusi yang disebut sebagai Uniting For Peace," jelas Hikmahanto.

Resolusi tersebut dapat meminta negara-negara yang bertikai untuk segera melakukan gencatan senjata.

Bila seruan ini tidak digubris, kata Hikmahanto, maka MU PBB dapat memberi mandat kepada negara-negara untuk mengerahkan pasukan terhadap negara yang tidak mematuhi gencatan senjata.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved