Laporan Terhadap Menag Yaqut Ditolak, Roy Suryo Berharap Ada Masyarakat Pekanbaru yang Melaporkan
Roy Suryo kecewa laporan terhadap Menag Yaqut ditolak Polda Metro Jaya, ia berharap ada perwakilan masyarakat Pekanbaru yang melaporkan.
Penulis: Fitriana Andriyani | Editor: sinatrya tyas puspita
TRIBUNAMBON.COM - Laporan Roy Suryo terhadap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atas dugaan pelanggaran UU ITE dan penistaan agama ditolak.
Laporan itu ditolak lantaran Locus Delicti tidak berada di wilayah hukum Polda Metro Jaya.
Sebagaimana diketahui, ucapan yaqut yang dipermasalahkan Roy Suryo itu disampaikan di Pekanbaru.
Roy sebelumnya telah berkonsultasi dengan kuasa hukumnya Pitra Romadoni.
"Hasil konsultasi dengan pak Pitra terdapat pertimbangan kasus ini tidak layak untuk diperiksa di Polda Metro Jaya. Alasan pertama yakni Locus Delicti karena kejadiannya bukan di wilayah hukum Polda Metro Jaya, tapi di Pekanbaru," kata Roy Kamis (24/2/2022) dikutip dari Tribunnews.com.
Roy mengaku kecewa atas ditolaknya laporan tersebut karena merasa tak bisa memenuhi harapan sebagian masyarakat Indonesia.
Baca juga: Roy Suryo Laporkan Menag Yaqut ke Polda Metro Jaya, Ini Pasal yang Disangkakan dan Barang Buktinya
"Kami sudah berkonsultasi terlebih dahulu dan saya harus menyampaikan bahwa saya kecewa karena apa yang saya harapkan pada hari ini tidak sama dengan harapan sebagian besar rakyat Indonesia. Hari ini saya tidak berhasil membawa tanda bukti lapor," ungkapnya.
Roy Suryo pun berharap ada perwakilan masyarakat di Pekanbaru yang melaporkan dugaan kasus penistaan agama Menag Yaqut.
"Setelah berkonsultasi cukup lama dengan alasan locusnya bukan di wilayah PMJ, saya disarankan untuk melapor di Pekanbaru. Saya terus terang mempertimbangakan mungkin akan ada sahabat-sahabat kita yang berlokasi di Pekanbaru untuk melaporkan ini dibandingkan saya harus ke sana," tambahnya.
Sebelumnya, Roy Suryo melaporkan Yaqut atas dugaan pelanggaran Pasal 28 ayat 2 junto Pasal 45 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE), atau Pasal 156 huruf a KUHP tentang Penistaan Agama.
Laporan tersebut dilayangkan terkait pernyataan menag soal aturan pengeras suara di masjid yang melibatkan analogi anjing menggonggong.
Roy mengaku akan menjadikan rekaman audio dan visual pernyataan Yaqut di Pekanbaru sebagai bukti dalam pelaporan.
Baca juga: Pernyataan Yaqut soal Gonggongan Anjing Ramai, Kemenag: Mencontohkan Pentingnya Mengatur Kebisingan
Pernyataan Menag yang Menuai Polemik
Sebelumnya, Menag Yaqut dalam kunjungannya ke Pekanbaru, Riau, menjawab pertanyaan wartawan terkait SE Menteri Agama Nomor 05 Tahun 2022.
Yaqut kemudian menjelaskan tentang pentingnya menjaga keharmonisan dengan menghindari kebisingan yang mengganggu.
Ia pun memberikan contoh gonggongan anjing sebagai kebisingan yang mengganggu.
"Misalnya kita hidup dalam satu komplek, kiri, kanan, depan, belakang, pelihara anjing semua, misalnya, menggonggong semua dalam waktu bersamaan, kita terganggu enggak?" tuturnya di Gedung Daerah, Jalan Diponegoro, Pekanbaru pada Rabu (23/2/2022), mengutip Tribun Pekanbaru.
"Apa pun suara itu, harus kita atur, supaya tidak menjadi gangguan, speaker di masjid, di musala, monggo dipakai, silakan dipakai, tapi diatur, agar tidak ada yang terganggu," lanjutnya.
Baca juga: Klarifikasi Kemenag: Menag Tak Bandingkan Suara Azan dengan Suara Anjing
Klarifikasi Kemenag
Pernyataan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pengguanaan pengeras suara di masjid menuai polemik.
Yaqut mencontohkan pentingnya mengatur kebisingan dari pengeras suara masjid dengan ilustrasi gonggongan anjing.
Menanggapi polemik yang beredar, pihak Kementerian Agama (Kemenag) buka suara.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag Thobib Al Asyhar, menegaskan Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing.
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib Al-Asyhar dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Thobib menilai pernyataan tersebut dapat keluar dari Yaqut untuk menjelaskan pentingnya menjaga toleransi dalam hidup di masyarakat yang plural.
Sebagaimana diketahui, kala itu Yaqut mendapat pertanyaan terkait urat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Sehingga perlu adanya pedoman bersama agar kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik.
Termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara apa pun yang bisa membuat tidak nyaman.
Thobib mengatakan, dalam pernyataan, Yaqut berusaha memberikan contoh yang sederhana agar mudah dipahami.
"Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata misal," terang Thobib.
"Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” tambahnya.
Inti dari pernyataan tersebut adalah bahwa suara keras yang muncul bersamaan bisa menimbulkan kebisingan dan mengganggu.
Dengan demikian, penggunaan pengeras suara perlu diatur agar tak mengganggu dan keharmonisan dalam masyarakat tak terganggu.
"Karena itu perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara, perlu ada toleransi agar keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga. Jadi dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” tuturnya.
(TribunAmbon.com/Fitriana Andriyani)