Hari Pers Nasional
Refleksi HPN 2022, LBH Pers se-Indonesia: Kekerasan terhadap Jurnalis Masih Kerap Terjadi
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers se-Indonesia memperingati Hari Pers Nasional (HPN) 2022 sebagai momentum refleksi dan evaluasi kondisi pers saat ini.
Dengan melakukan cap hoax kepada karya jurnalistik sama saja mengajak masyarakat untuk tidak percaya kepada pers yang dilindungi UU Pers dan sangat berbahaya jika sumber informasi masyarakat hanya disandarkan kepada informasi-informasi yang tidak melalui uji informasi seperti Kode Etik Jurnalistik.
Hal ini juga diperparah karena pelakunya adalah institusi pemerintahan baik itu penegak hukum maupun lembaga negara lainnya.
Ketiga, potensi kasus pemidanaan kepada wartawan semakin terbuka lebar dengan preseden tiga putusan yang hakim yang menjatuhkan vonis pidana kepada tiga wartawan, Sadli Saleh, Diananta dan Asrul.
Dari ketiga kasus terlihat pola hakim menjatuhkan vonis pidana, beberapa diantaranya adalah menggunakan dokumen keputusan etik Dewan Pers untuk melegitimasi pelanggaran hukum yang terjadi meskipun Dewan Pers sudah secara tegas menyampaikan bahwa proses sengketa terhadap karya jurnalistik seharusnya diselesaikan melalui mekanisme sengketa pers di Dewan Pers.
Meskipun pendapat Dewan Pers tentang keputusan pelanggaran etik digunakan dalam pertimbangan oleh Hakim namun di aspek lain Hakim tidak menggunakan argumentasi Dewan Pers yang menyatakan penyelesaiannya harus diselesaikan melalui mekanisme sengketa pers.
Pola lain yang juga serupa adalah dimana lembaga-lembaga penegak hukum dari tingkat penyelidikan hingga pengadilan terkadang “mengabaikan” rekomendasi/penilaian Dewan Pers. Padahal dalam kerja-kerja Dewan Pers berdasarkan mandat dari UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Dipandang “Tidak setara” antara Dewan Pers dengan Institusi Negara atau Penegak Hukum lainnya, berakibat tidak kasus kriminalisasi terus berlanjut dan membahayakan kebebasan pers.
Selain itu tanggal 9 Februari 2022 merupakan masa habis MoU antara Dewan Pers dengan Kapolri terkait Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan dan Inisiasi Revisi UU ITE.
Dalam prakteknya, MoU ini merupakan salah satu instrumen bagi pers untuk mendorong dekriminalisasi terhadap pers. Sehingga MoU ini menjadi sangat penting untuk diperpanjang dan diperkuat dalam kaitannya mencegah kriminalisasi terhadap wartawan.
Salah satu poin penting yang layak dipertimbangan adalah memasukan pengecualian terhadap penjeratan Pasal 27 ayat 3 UU ITE kepada jurnalis seperti tertuang di dalam SKB Jaksa Agung, Kapolri dan Menkominfo tentang Pedoman Implementasi UU ITE.
Di luar dari Pasal 27 ayat 3 UU ITE yang juga penting untuk masuk pengecualiaan adalah Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Sedangkan Revisi UU ITE, adalah penghapusan pasal-pasal karet seperti Pasal 27 ayat 3 dan 28 ayat 2 UU ITE.
Momentum revisi ini juga penting dimanfaatkan oleh stakeholder pers (Dewan Pers, Organisasi Wartawan, Organisasi Perusahaan Pers dll) untuk mendorong lebih kencang legislator membuat regulasi yang melindungi kebebasan pers.
Keempat, pelaku Kekerasan Terhadap Pers Banyak Dari Pejabat Publik.
Angka kekerasan terhadap pers Indonesia masih sangat tinggi.