Psikolog Sarankan Sekolah di Ambon Buka Camp Counseling bagi Korban Bullying
Pasalnya, kekerasan dalam bentuk bullying ke anak bisa berdampak buruk hingga berakhir bunuh diri.
Penulis: Adjeng Hatalea | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Adjeng Hatalea
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Pattimura, Program Studi Bimbingan Konseling, Prisca D. Sampe menyarankan pihak sekolah di Ambon membuka Camp Counseling bagi siswa korban perundungan atau bullying.
Pasalnya, kekerasan dalam bentuk bullying ke anak bisa berdampak buruk hingga berakhir bunuh diri.
“Hal yang perlu dilakukan, sekolah bisa membuat Camp Counseling. Jadi, di situ anak-anak dibuat semacam pelatihan, mereka bisa belajar. Jadi mereka bisa menghargai satu dengan yang lain. Harapannya adalah untuk melatih anak-anak sebaya menjadi tutor. Jadi bisa dengan mudah untuk cerita sebebas-bebasnya mereka,” terang Prisca yang juga merupakan Pendamping Korban Kekerasan itu kepada TribunAmbon.com saat diwawancarai usai acara Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan di Pelataran Kampus Fakultas Hukum, Universitas Pattimura, Senin (20/12/2021).
Dia menyebutkan, ada dua dampak yang bisa dialami korban bullying.
Yakni, dampak langsung maupun dampak tidak langsung.
Dampak langsung kepada korban bullying, misalnya menyakiti diri sendiri, atau bahkan hingga bunuh diri.
Sementara dampak tidak langsung, misalnya trauma, hilang kepercayaan diri, dan lain sebagainya.
“Kepercayaan diri menurun, jadi saat dikasih tanggung jawab, dikasih tugas apapun itu dia merasa bukan orang yang tepat dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut. Karena sejak awal dia sudah diberi perlakuan yang penuh dengan labeling dan judgment,” tutur dia.
Selain Camp Counseling, sekolah juga disarankan untuk membuat kurikulum yang berisikan pendidikan seks dini bagi pelajar.
“Karena memang gini, ada beberapa fenomena, misalnya penis dibilang burung. Akhirnya anak itu tidak belajar, ini apa. Karena komunikasi dengan guru atau orangtua kepada si anak, jadinya dia tanya ke orang yang tidak tepat.
Akhirnya dia lari ke perilaku kekerasan dan juga bullying..
Berdasarkan kasus-kasus yang pernah Ia tangani, Prisca mengaku perilaku bullying di Ambon sejauh ini cukup buruk.
Beruntungnya, ada komunitas anak muda yang peduli dengan korban bullying di Ambon.
Dia menyebutkan, kasus bullying jika tidak ditangani dengan tepat, korban bisa saja berbalik menjadi seorang pelaku.
Namun, untungnya ada komunitas-komunitas yang peduli dengan anak-anak korban bullying ini.
Mereka melakukan pendampingan secara psikologis, termasuk memberikan psiko sosial kepada anak tersebut.
"Harapannya adalah anak ini bisa lebih trauma healingnya dapat, lebih rileks, dan tidak menjadi pelaku,” pungkasnya.(*)