Virus Corona

Apa yang Terjadi saat Dua Vaksin yang Berbeda Dicampurkan? Ini Penjelasan WHO

WHO mengeluarkan klarifikasi di Twitter, yang bisa mempertimbangkan pencampuran vaksin adalah badan kesehatan, bukan individu atau perorangan.

Editor: Fitriana Andriyani
Foto Nikkei
Ilustrasi vaksin Covid-19 - WHO mengeluarkan klarifikasi di Twitter, yang bisa mempertimbangkan pencampuran vaksin adalah badan kesehatan, bukan individu atau perorangan. 

TRIBUNAMBON.COM - Tengah menjadi tren di sejumlah negara, mencampurkan dua vaksin Covid-19 dengan merek yang berbeda.

Praktik tersebut dilakukan di beberapa negara seperti Kanada dan Thailand.

Baru-baru ini, World Health Organization (WHO) mengeluarkan pernyataan tentang penggunaan dua vaksin yang berbeda.

Namun pernyataan itu sempat menimbulkan kesalahpahaman dan kebingungan.

Baca juga: Moeldoko: Vaksinasi Covid-19 Individu Berbayar Bisa Kurangi Beban Negara

Baca juga: Polemik Program Vaksinasi Berbayar, Pengamat Sebut Masyarakat Harus Dapat Vaksin Kualitas Terbaik

Apa yang terjadi?

Dilansir CBC, pada konferensi pers hari Senin (12/7/2021) lalu, Dr Soumya Swaminathan, kepala ilmuwan WHO, menjawab pertanyaan wartawan tentang apakah dosis ketiga vaksin COVID-19, atau suntikan booster, diperlukan.

Pertanyaan itu muncul setelah Pfizer meminta persetujuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS untuk membuat dosis ketiga.

Dengan penjelasan panjang, Swaminathan pada akhirnya memperingatkan agar individu tidak boleh memutuskan sendiri apakah mereka membutuhkan dosis tambahan atau tidak.

Namun, headline yang muncul di berbagai media internasional justru tidak sesuai.

Headline di Reuters berbunyi, "WHO Warns Against People Mixing And Matching COVID Vaccines" atau "WHO Memperingatkan Orang-orang yang Mencampur dan Mencocokkan Vaksin Covid-19".

Hal itu memicu kekhawatiran tentang pendekatan program vaksinasi di Kanada, yang menggunakan pencampuran vaksin.

Judul berita yang misleading
Judul berita yang misleading (Twitter)

Satu hari kemudian, WHO mengeluarkan klarifikasi di Twitter, yang bisa mempertimbangkan pencampuran vaksin adalah badan kesehatan, bukan individu atau perorangan.

Reuters juga mengubah judulnya menjadi "WHO Memperingatkan Individu Terkait Mencampur dan Mencocokkan Vaksin Covid-19".

Klarifikasi berita Reuters
Klarifikasi berita Reuters (Twitter)

Apakah Swaminathan Menyinggung Pendekatan Vaksinasi Kanada?

Tidak. Swaminathan berbicara tentang kurangnya bukti yang mendukung soal perlunya dosis ketiga setelah seseorang divaksinasi penuh.

Ia juga menekankan kebutuhan mendesak akan vaksin bagi negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Di negara-negara itu, mayoritas orang bahkan belum mendapatkan dosis pertama untuk melindungi mereka dari COVID-19, termasuk varian delta.

Sehingga tidak etis bagi negara kaya untuk mendapatkan suntikan ketiga, sementara negara miskin belum mendapat sama sekali.

Baca juga: Puluhan Anggota Brimob & Sabhara Polda Maluku Disiapkan Jadi Tenaga Vaksinator

Apakah WHO Melarang Otoritas Kesehatan untuk Mencampurkan Dosis Vaksin?

Tidak. Justru sebaliknya.

"Pada konferensi pers Global tentang COVID 19, Dr. Soumya Swaminathan menjelaskan bahwa individu tidak boleh memutuskan sendiri, tetapi lembaga kesehatan masyarakat boleh, berdasarkan data yang tersedia," kata WHO dalam sebuah pernyataan kepada CBC News, Selasa.

Swaminathan juga mengirimkan tweet untuk memberi klarifikasi ketika pernyataannya itu ramai di Twitter.

Klarifikasi Swaminathan
Klarifikasi Swaminathan (Twitter)

"Konteks sangat penting," kata spesialis penyakit menular Dr. Isaac Bogoch kepada CBC News Network, Selasa.

Dia mengatakan pejabat WHO itu membicarakan orang-orang yang telah menerima vaksin dua kali tetapi kemudian ingin mendapatkan tambahan vaksin lagi.

Swaminathan mengatakan panduan tentang pencampuran dan pencocokan vaksin harus dikeluarkan oleh lembaga kesehatan masyarakat.

"Ketika badan kesehatan masyarakat dan komite penasihat membuat rekomendasi, termasuk pada jadwal campuran, itu didasarkan pada data," kata Dr. Carolyn Quach-Thanh, spesialis penyakit menular pediatrik dan ahli mikrobiologi medis di Chu Ste. Justine di Montreal.

"Kami tidak hanya melihat imunogenisitas dan kemanjuran, tetapi juga perlu memastikan bahwa rejimen tersebut aman," kata Quach-Thanh kepada CBC News pada hari Selasa.

Baca juga: Pemerintah Diminta Batalkan Kebijakan Vaksinasi Individu Berbayar

Apakah Kanada Berhasil dengan Metode Pencampuran Vaksinnya?

Ya. Para ahli penyakit menular dan ahli epidemiologi setuju bahwa pencampuran dua vaksin lebih efektif.

Karena semakin banyak orang yang divaksinasi, kasus COVID-19 menurun dengan cepat di seluruh negeri, seperti halnya rawat inap dan kematian.

"Melengkapi vaksinasi dengan mendapatkan dosis kedua sangat penting untuk mencapai perlindungan yang optimal dan tahan lama terhadap COVID-19 dan penyakit parah," kata PHAC dalam sebuah pernyataan email kepada CBC News, Selasa.

Rekomendasi  National Advisory Committee on Immunization (NACI) untuk mendapatkan vaksin yang berbeda pada dosis kedua dikeluarkan pada 1 Juni.

Keputusan itu berdasarkan bukti dan data dari negara lain, yang merupakan jenis pendekatan berbasis bukti yang dianjurkan oleh kepala ilmuwan WHO.

Kanada telah mencampur dan mencocokkan vaksin COVID-19 selama berminggu-minggu berdasarkan penelitian baru dari Spanyol dan Inggris.

Penelitian itu menemukan bahwa menggabungkan AstraZeneca dengan suntikan Pfizer aman dan efektif untuk mencegah COVID-19.

Karena Moderna dan Pfizer sama-sama merupakan vaksin mRNA, NACI juga mengatakan bahwa keduanya dapat digunakan secara bergantian.

"Pertukaran vaksin bukanlah konsep baru," kata Public Health Agency of Canada (PHAC) dalam pernyataannya.

"Vaksin serupa dari produsen yang berbeda digunakan ketika pasokan vaksin atau program kesehatan masyarakat berubah."

"Produk vaksin yang berbeda juga telah digunakan untuk melengkapi rangkaian vaksin untuk influenza, hepatitis A, dan lainnya."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Soal Pencampuran Vaksin Covid-19 dari 2 Merek Berbeda, Ini Kata WHO.

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved