Nasional
Ketika Pemerintah Pilih Perketat PPKM Mikro Ketimbang Usulan Lockdown
Untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia, Pemerintah tetap mempertahankan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) ska
"Jangan pernah lalai memakai masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan," tutur dia.
Dinilai tak mempan
Sementara itu, Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pengetatan PPKM berskala mikro tidak mempan untuk menangani lonjakan kasus Covid-19.
Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan kasus harian Covid-19 di Indonesia kian meningkat. “Semuanya masih imbauan, itu menurut saya tidak mempan,” kata Tri saat dihubungi Kompas.com, Senin (21/6/2021).
Menurut dia, sistem social distancing berupa imbauan dalam pengetatan PPKM mikro masuk kategori ringan. Seharusnya, pemerintah membuat peraturan berserta sanksi yang tegas.
Sebab, menurut Tri, saat ini masyarakat sudah banyak yang tidak disiplin protokol kesehatan.
Tri menyebut, dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, pemerintah merupakan penanggung jawab dalam suatu negara apabila terjadi suatu wabah penyakit.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah membuat peraturan yang tegas untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19.
“Tanggung jawabnya seperti apa? Kalau rakyatnya enggak bisa diimbau, ya dibuat peraturannya,” tutur dia. Tri juga menyoroti sanksi terhadap pelanggar protokol kesehatan.
Ia menilai, sanksi dalam peraturan daerah masih kecil.
Ia menyarankan sebaiknya adanya aturan pemerintah terkait sanksi berat yang memberi efek jera kepada masyarakat yang tidak patuh protokol kesehatan.
“Dari 34 provinsi, kemudian itu juga perdanya masih tumpul. Dendanya masih kecil. Kalau di Singapura aja dendanya 3.000.000, kalau di Malaysia dendanya 2.000.000. Jadi di kita becanda banget, dendanya 250 (ribu), dendanya 150 (ribu). Bagaimana masyarakat mau patuh,” ungkap Tri.
Selain itu, Tri juga menyarankan seharusnya perkantoran membuat surat tugas kepada para pekerjanya yang harus bekerja dari kantor.
Ia menilai setiap masyarakat di Indonesia yang terpaksa bekerja ke kantor harus membawa surat tugas resmi.
(Kompas.com / Dian Erika Nugraheny / Kristian Erdianto)