Kuti Kata Maluku
Kuti Kata; Wakar
Semisal dalam satu kelompok anak-anak yang bermain "prang-prang" (=perang-perangan), ada "kapala wakar" (=semacam komendan regu)
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - "Wakar" merupakan satu istilah dalam Melayu Ambon yang dikenakan kepada seseorang di dalam satu kelompok yang memiliki kedudukan atau peran lebih dari yang lain.
Semisal dalam satu kelompok anak-anak yang bermain "prang-prang" (=perang-perangan), ada "kapala wakar" (=semacam komendan regu) yang memimpin dan mengatur strategi pasukan.
Biasanya ditunjuk menggunakan beberapa ukuran seperti: ukuran usia, "jadi kamuka" (=usia lebih tinggi/lahir lebih duluan dari lainnya); ukuran kelas di sekolah, "su klas 5" (=sudah kelas 5 ~ kelasnya di sekolah lebih tinggi dari lainnya); ukuran tinggi badan, "baku ukur sapa tinggi" (=berdiri sambil membandingkan tinggi badan), dlsb.
Cara menentukan "kapala wakar" seperti ini cukup sederhana, namun di situ kita belajar mengakui "sapa yang lebe" (=siapa yang punya kelebihan).
Malah bila ada yang sama, "suten" (=suit, suwit), "sapa menang dia jadi" (=siapa menang dia yang menjadi "kapala wakar").
Baca juga: Kuti Kata; Mau Takotang
Baca juga: Kuti Kata; Berkat Samonti
Di dalam satu kelas pun ada yang "kapala wakar". Ini bisa dalam beberapa aspek. "Kapala wakar" yang menunjuk pada anak yang "pintar apa lai/pintar pung nene moyang paskali" (=sangat pandai).
Dan ini merupakan penilaian guru, teman sekelas atau juga "satu skolah tau" (=satu sekolah mengetahuinya). Ada juga yang "kapala wakar baribot" (=jago ribut dalam kelas), "tar tado" (=tidak bisa diam), "isi badang bagara" (=hyper-aktif), "biji ruku paskali" (=tidak bisa diatur).
Dalam urusan-urusan umum dalam negeri, ada yang "wakar" dalam hal "maso minta bini" (=juru bicara dalam meminang istri).
Ini selalu jadi ukuran karena acara meminang membutuhkan peran orang yang "kop mata-mata rumah deng teung" (=menguasai nama mata-rumah dan tempat pamali), sebab "salah ucap, dapa skrobi pulang baru bale ulang" (=salah dalam penyampaian, bisa diusir pulang baru kembali lagi lain waktu). Dan bila itu terjadi "biking malu-malu" (=memalukan).
Ada pula yang "wakar" dalam urusan "biking rumah" (=membangun rumah) artinya sebagai tukang yang handal.
Posisi kepala tukang itu biasa "wakar", dan hal itu diakui "sa kampong" (=semua orang sekampung).
Dalam rapat-rapat, ada yang "wakar" dalam hal berbicara. "Kalu antua su bicara samua tutu mulu, jarong jatuh jua dengar" (=bila beliau sudah berbicara semuanya tenang, bunyi jarum yang jatuh pun kedengaran).
Orang yang "wakar" dalam hal ini "bilang apapa orang dengar" (=apa pun diucapkannya didengar semua orang), "hokmat kuat" (=bicaranya tegas, penuh wibawa) sehingga "bilang apa sa orang iko/biking" (=apa yang dibilang dituruti semua orang).
"Di lao, dia wakar" (=di lautan, dia jagonya). "Rekeng omba jago" (=pandai menghitung keadaan ombak), "bawa jomson jago" (=pandai kemudikan longboat/jolor/ketinting), "lucu-lucu omba sa" (=seperti sedang berselancar).
"Kapala wakar batembak" (=hebat dalam urusan berburu) di hutan, sehingga "orang pi pulang kosong mar dia pi pulang ada sa" (=orang lain berburu bisa pulang tanpa membawa apa-apa tetapi dia selalu membawa hasil).
Keahliannya "macang dia su ciong-ciong akang sa" (=seperti dia sudah mengetahui keberadaan buruannya).
"Wakar", kelebihan seseorang itu diakui karena ia berperan penting "par biking apapa" (=untuk melakukan sesuatu) dalam suatu urusan tertentu.
#Elifas Tomix Maspaitella