Arbi Sanit Meninggal Dunia

Mengenang Sosok Arbi Sanit, Pengamat Politik yang Meninggal Dunia Hari Ini

Berikut profil pengamat politik Arbi Sanit yang pernah menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meniru Soeharto hingga Kritik DPR.

Arbi Sanit (Kompas/Totok W)
Arbi Sanit - Berikut profil pengamat politik Arbi Sanit yang pernah menyarankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meniru Soeharto hingga Kritik DPR. 

TRIBUNAMBON.COM -  Berikut profil pengamat politik Arbi Sanit yang meninggal dunia pada hari ini, Kamis (25/3/2021).

Diketahui, satu hari sebelumnya, ia sempat dibawa ke ICCU RSCM dan dipasang ventilator.

"Bapak dan Ibu sekalian baru dapat kabar Pak Arbi Sanit meninggal dunia."

"Semoga alm mendapat.tempat yang layak disisiNya. Diampuni dosa2nya dan diterima.amalannya."

"Keluarga yg ditinggalkan sabar, ikhlas dan tawakal.menerimanya. amin," dalam pesan yang diterima redaksi Tribunnews sebelumnya, Kamis (25/3/2021)

Dikutip dari situs Wikipedia, Arbi Sanit lahir pada 4 Juni 1939, di Painan, Sumatera Barat.

Ia sempat menjadi dosen ilmu politik di Univeristas Indonesia dan Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka.

Arbi dikenal sebagai pengamat politik yang kerap melontarkan kritikan keras kepada pemerintah.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pengamat Politik Arbi Sanit Dikabarkan Meninggal Dunia

Baca juga: BREAKING NEWS: Eks Mendagri Letjen (Purn) Syarwan Hamid Meninggal Dunia

Berikut kritik politik yang dikeluarkan Arbi Sanit, dikutip Tribunnews dari berbagai sumber:

1. Jokowi Disarankan Meniru Soeharto

Pada 2019, Joko Widodo (Jokowi) terpilih lagi menjadi presiden dan kembali memilih siapa saja susunan menterinya.

Terkait hal itu, Arbi Sanit menilai jika banyak beban tuntutan parpol dan nonparpol yang harus diakomodasi seperti era Jokowi saat ini.

Sehingga pemilihan sosok menteri yang tepat menjadi sangat krusial.

"Kalau terlalu banyak kompromistis seperti sekarang yang dilakukan Jokowi, ya dia akan berisiko untuk tak sukses seperti yang diinginkan," kata Arbi Sanit dalam keterangan pers, diberitakan Tribunnews sebelunmnya, Kamis (25/7/2019).

Dia membandingkan pemilihan menteri pada masa kepemimpinan Presiden kedua RI Soeharto.

MASA DEPAN VS MASA LALU-Guru Besar Fisip UI, Arbi Sanit saat menjadi pembicara  dengan tema
MASA DEPAN VS MASA LALU-Guru Besar Fisip UI, Arbi Sanit saat menjadi pembicara dengan tema "Konsolidasi Demokrasi Pasca-Seoharto: Masa Depan Vs Masa Lalu", Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (15/4). Pemilu 2019 rakyat di beri pilihan untuk kembali kepada masa lampau atau mengikuti perkembangangan masa depan.-(WARTA KOTA/henry lopulalan)

Sejauh pengamatannya, Bapak Pembangunan itu tidak terlalu mensyaratkan banyak hal saat menunjuk calon pembantunya.

"Pertama, (calon menteri) adalah orang yang bisa dia percaya, orang yang setia pada dia."

"Jadi, dia milih orang yang paham melakukan tugas itu, kedua, profesional. Jadi kesetiaan dan kemampuan," ujar Arbi Sanit.

Ilmuwan politik senior itu telah mengobservasi atau mengamati Soeharto selama puluhan tahun kepemimpinannya.

Sejak dulu, kata Arbi, kesetiaan dan kemampuan selalu menjadi tolok ukur wajib dimiliki kandidat menteri oleh Pak Harto.

Adapun syarat terakhir yakni mereka yang berasal dari Golkar.

Baca juga: Pengamat Politik Nilai Antusiasme Masyarakat Indonesia pada Pilpres 2024 Mulai Terlihat

Baca juga: Dualisme Partai Demokrat, Pengamat: Keputusannya Ada di Kemenkumham

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan terminal bandara Kuabang, di Halmahera Utara, Maluku Utara, Rabu (24/3/2021).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat meresmikan terminal bandara Kuabang, di Halmahera Utara, Maluku Utara, Rabu (24/3/2021). (capture video)

Menurut Arbi Sanit, untuk ketentuan yang terakhir itu, Soeharto betul-betul konsisten pada pengaderan partai pendukungnya.

Arbi Sanit melihat, komitmen yang dipegang Soeharto berbuah manis terutama dalam menunjang kerja-kerja pemerintahan di era orde baru.

"Stabilitas politiknya terjamin, stabilitas pemerintahan terjamin, dan tujuan-tujuan pemerintah, program-program pemerintah terlaksana seefektif mungkin," ucapnya.

Dia menilai konsistensi Soeharto itulah yang membuat orkestrasi kabinet berjalan sesuai keinginan, terutama dalam menggenjot pembangunan di Tanah Air.

Artinya, kata Arbi Sanit, akan berbeda ceritanya jika Soeharto sembarangan memilih menteri.

Intinya, Arbi Sanit melihat pemerintahan Soeharto paling strategis sepanjang sejarah Indonesia.

2. Tanggapi Kasus Ahok: Dalih untuk Kalahkan Ahok sebagai Cagub

Pada 2017, Basuki Tjahja Purnama alias Ahok terseret kasus penistaan agama.

Waktu itu kasus ini berdekatan dengan momen Pilkada DKI Jakarta.

Terkait hal itu, Arbi Sanit menduga kasus itu hanya dalih mengalahkan ahok sebagai calon Gubernur.

"Artinya tuduhan penoda agama adalah diduga dalih untuk mengalahkan Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta," kata Arbi, diberitakan Tribunnews sebelumnya Kamis (20/3/2017).

Menurutnya, kasus itu bisa terjadi pada Ahok, sebab kualitas kepemimpinannya terbukti jauh melebihi pesaingnya.

"Agama diperalat untuk memobilisasi pemilih, dan bahkan digunakan mengintidasi pemilih supaya tidak memilih Ahok," lanjutnya.

3. Kritik DPR Bentuk Pansus Pelindo II: Hanya Cari Panggung

Pengamat politik ini juga sempat mengkritik langkah DPR dalam membentuk Panitia Khusus Hak Angket Pelindo II (Pansus Pelindo II) di bulan Oktober tahun 2015.

Saat itu, Arbi Sanit mengatakan, kondisi perpolitikan di DPR saat ini sedang kacau-balau.

Menurutnya, pembentukan Pansus Pelindo II diluar tugas DPR.

"Ini membuktikan DPR sekarang jauh lebih buruk dari DPR sebelumnya. Anggota DPR sekarang kalibernya telah merosot," ujar Arbi Sanit, seperti diberitakan Tribunnews sebelumnya, Selasa (27/10/2015).

Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka, sedang memimpin sidang kasus Pelindo II dengan agenda mendengarkan keterangan konsultan keuangan Pelindo II, Deutsche Bank, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/10/2015). TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN
Ketua Pansus Pelindo II, Rieke Diah Pitaloka, sedang memimpin sidang kasus Pelindo II dengan agenda mendengarkan keterangan konsultan keuangan Pelindo II, Deutsche Bank, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/10/2015).  (TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWS/LENDY RAMADHAN)

Menurut Arbi Sanit, karena kemampuan praktisi DPR lebih rendah maka untuk kelihatan kerja maka dengan gampang membentuk pansus seperli Pelindo II.

Selain itu, pemilu menyiapkan dan tidak mempunyai calon kriteria integritas, kemampuan dan visinya.

"Karena anggota DPR tak punya visi, makanya ada pansus terus-menerus. Pansus yang tidak relevan juga dibuat-buat. Ini akan mengebiri lembaga DPR sendiri," katanya.

DPR, kata Arbi, tidak memiliki kriteria pengorbanan bagi rakyat. Padahal seorang pemimpin atau politisi harus mau berkorban demi kepentingan rakyat banyak.

Arbi menyebut Pansus Pelindo II terjadi karena kontroversi saat RJ Lino dikritik oleh Menko Maritim Rizal Ramli.

Karena tidak jelas, DPR langsung ambil posisi untuk segera membentuk Pansus.

"Saat ada ruang politik bagi DPR maka mereka langsung buat pansus."

"Padahal, mereka tidak tahu bahwa dibalik ini semua DPR melawan Presiden."

"Politik pemilu dibangkitkan dan dipanaskan kembali," katanya.

Arbi Sanit
Arbi Sanit (Kompas/Totok W)

Perlawanan kepada Presiden justru dilakukan oleh partai pengusungnya sendiri.

Arbi juga tak habis pikir tujuan dari pansus itu apakah mau mengganti presiden atau hanya permainan politik.

Menurutnya, ada semacam kekacauan politik sekarang ini.

PDIP yang notabene menjadi motor pendukung pemerintah malah berusaha membuat pansus-pansus yang bermuara menekan pemerintah.

Hal itu disebut Arbi karena kegalauan sistem politik saat ini. Kalau dilihat permainan Pansus Pelindo II patut diselidiki apakah pansus itu bermuara ke pemakzulan.

"Harus jelas. Apakah gertak-gertak saja dan menunjukkan membongkar kepada publik."

"Pansus juga gak jelas apakah hanya sampai kesimpulan saja atau sampai ke pernyataan pendapat," ucapnya.

"Apakah pansus itu menjatuhkan presiden, atau permainan menghabiskan energi dan pansus saja. Atau PDIP dan partai lainnya hanya bikin pencitraan. Cari panggung," Arbi menambahkan.

(Tribunnews.com/Shella/Eko Sutriyanto/Wahyu Aji/Hasanudin Aco)

Baca artikel lain terkait Arbi Sanit

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul PROFIL Arbi Sanit, Pengamat Politik yang Pernah Sarankan Jokowi Tiru Soeharto hingga Kritik DPR

 
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Perang Melawan Tambang Ilegal

 

Menyelamatkan Bayi Baru Lahir

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved