UU Cipta Kerja

Inilah 7 Alasan Buruh Tolak UU Cipta Kerja, Simak Penjelasan Pemerintah

Pasal 42 tentang kemudahan izin bagi tenaga kerja asing (TKA) merupakan salah satu pasal yang paling ditentang serikat pekerja.

TRIBUN JATENG/TRIBUN JATENG/HERMAWAN HANDAKA
ILUSTRASI - Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Provinsi Jawa Tengah melakukan demo di depan halaman Kantor Dewan Provinsi Jateng yang intinya 'Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja' yang justru isinya mendegradasi kesejahteraan buruh, Selasa (25/08/20). 

"Dalam peraturan yang lama di UU No 13/2003 dikatakan buruh yang menggunakan cuti haid, hamil, dan cuti lainnya dibayar upahnya," kata Said Iqbal.

Ketujuh, alasan buruh menolak RUU Cipta Kerja ialah Karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.

“Dari tujuh isu hasil kesepakatan tersebut, buruh menolak keras. Karena itulah, sebanyak 2 juta buruh sudah terkonfirmasi akan melakukan mogok nasional yang berlokasi di lingkungan perusahaan masing-masing,” tegas Said Iqbal.

Versi Pemerintah

Kendati demikian, pemerintah menyebutkan terdapat tujuh substansi pokok perubahan Undang-Undang (UU) nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Dirangkum dari pemberitaan Kontan.co.id dan Indonesia.go.id, berikut ada 7 poin perubahan UU Ketenagakerjaan dalam omnibus law atau isi RUU Cipta Kerja:

Pertama, terkait waktu kerja. Selain waktu kerja yang umum (paling lama 8 jam/hari dan 40 jam/minggu), RUU cipta kerja ini juga mengatur tentang waktu kerja untuk pekerjaan yang khusus, seperti pekerjaan yang dapat kurang dari 8 jam/hari misalnya pekerjaan paruh waktu dan ekonomi digital atau pekerjaan yang melebihi 8 jam/hari seperti migas, pertambangan, perkebunan, dan pertanian

Kedua, terkait tenaga kerja asing (TKA). Pemerintah menyebut tidak akan membuka semua jenis pekerjaan untuk TKA, akan tetapi hanya untuk TKA ahli yang memang diperlukan untuk kondisi tertentu seperti untuk darurat, vokasi, dan peneliti.

Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Pekerja kontrak belum diberikan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap. Perkembangan teknologi digital dan revolusi industri 4.0 menimbulkan jenis pekerjaan baru yang bersifat tidak tetap dan membutuhkan pekerja untuk untuk jangka waktu tertentu (pekerja kontrak).

Pemerintah ingin ada kepastian disini untuk PKWT. Pekerja kontrak diberikan hak dan perlindungan yang sama dengan pekerja tetap antara lain dalam hal upah, jaminan sosial, perlindungan K3 termasuk kompensasi pengakhiran hubungan kerja.

Keempat, alih daya (outsourcing). Pemerintah menyebut, pengusaha alih daya wajib memberikan hak dan perlindungan yang sama bagi pekerjanya baik sebagai pekerja kontrak maupun pekerja tetap, antara lain dalam hal upah, jaminan sosial dan perlindungan K3.

Kelima, upah minimum. Upah minimum tidak dapat ditangguhkan, kenaikan upah minimum menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi daerah dan produktivitas, basis upah minimum pada tingkat provinsi dan dan dapat ditetapkan upah minimum kabupaten/kota dengan syarat tertentu dan upah untuk UMKM tersendiri.

Sumber: Kompas.com/Kontan.co.id

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved