Perjuangan Dosen ITB Ciptakan Ventilator, Dana Terbatas dan Dicibir, Kini Dapat Bantuan Rp 10 Miliar

“Di sinilah saya menghabiskan waktu hampir 6 minggu saat menciptakan Vent-I. Tidur hanya 4 jam di sofa ini setiap malam,” ujar Syarif.

Editor: Fitriana Andriyani
KOMPAS.com/RENI SUSANTI
Pencipta Vent-I, Syarif Hidayat (kemeja putih) tengah melihat proses pengerjaan ventilator portable. 

Setelah jadi, ia memosting prototype ventilator dan memostingnya di media sosial. Lalu ia tulis membutuhkan dokter untuk mereview ventilatornya.

Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan dokter anestisi, Ike Sri Rezeki dari Unpad.

Dengan tegas Ike mengatakan, rancangan Syarif bagus dan banyak. Namun yang dibutuhkan masyarakat saat ini adalah Continous Positive Airway Pressure (CPAP).

CPAP adalah satu fungsi paling sederhana pada ventilator untuk memberikan tekanan positif pada paru-paru agar terus megembang, tidak kuncup.

Ini penting karena COVID-19 menghasilkan lendir yang membuat paru-paru tidak bisa menerima oksigen.

VIRAL Utas Twitter Dokter Soroti Buruknya Penanganan COVID-19 Surabaya, Ada RS Tak Punya Ventilator

Awalnya Sebut Corona Hoaks Pemerintah, Pria Ini Kini Percaya Seusai Istri Positif & Pakai Ventilator

“Saya bimbang, karena yang dipakai alat sederhana, tidak menantang banget. Karena yang saya buat terbilang canggih. Tapi dalam ekosistem inovasi, voice of customer sangat penting. Makanya saya libatkan dokter,” ucap dosen ITB ini mengungkapkan.

Ia akhirnya menyetujui permintaan Ike. Meski terbilang sederhana, prosesnya tidak mudah.

Kondisi pandemi membuat material yang dibutuhkan sulit ditemukan. Apalagi material yang berasal dari luar negeri, tekendala juga oleh pengiriman sehingga tidak bisa dipastikan akan sampai kapan.

Rela dicibir, hingga menangis karena alat rusak

Syarif kemudian memutuskan membuat material yang dibutuhkan. Misal dalam pembuatan pompa. Ia mencari produk yang ada di Indonesia dan tidak berebut.

Pilihannya jatuh pada pompa peniup kasur. Ia modif pompa peniup kasur dengan motor yang biasa digunakan drone. Kemudian, alat itu akan dilengkapi dengan venting.

Semua proses ini sempat dicibir. Syarif dan timnya dinilai tidak akan mampu menyelesaikan ventilator. Ada juga yang bilang, Vent-I sebagai proyek “mission impossible”.

Namun keraguan sejumlah pihak itu tidak dihiraukannya. Ia terus maju, walaupun diisi dengan air mata.

“Pasien Covid harus dirawat 14 hari, maka minimal alat saya harus mampu bertahan 14 hari. Tapi begitu dicoba, hanya tahan 2 hari 2 malam. Saya perbaiki, ganti material, eh 12 jam rusak. Nangislah saya, gimana bisa nolong orang,” tutur dia.

Setelah menangis, ia pun bangkit dan kembali terus mencoba, hingga produknya berhenti diujicoba setelah melewati 21 hari.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Mengendalikan Harga Daging Ayam

 

Harumnya Hilirisasi Kemenyan

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved