Revisi KUHP, Pelaku Aborsi Bisa Terancam Penjara Lebih Lama daripada Koruptor
Dalam RKUHP, perempuan yang menggugurkan kandungan atau aborsi berpotensi dihukum penjara lebih lama dari narapidana kasus korupsi.
TRIBUNAMBON.COM - Dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( RKUHP), perempuan yang menggugurkan kandungan atau aborsi berpotensi dihukum penjara lebih lama dari narapidana kasus korupsi.
Penelusuran Kompas.com terhadap draf RKUHP yang telah disepakati Komisi III DPR dan pemerintah melalui Rapat Kerja pembahasan tingkat I, Rabu (18/9/2019),
Pemidanaan itu termuat dalam pasal 470 ayat (1). Bunyinya:
"Setiap perempuan yang menggugurkan atau mematikan kandungannya atau meminta orang lain menggugurkan atau mematikan kandungan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun".
• Veronica Koman Resmi Ditetapkan sebagai DPO alias Buron
• Acara TV Hari Ini Jumat 20 September 2019, Ada Kick Andy di Metro TV, Smartfren WOW Concert di SCTV
• Ramalan Zodiak Hari Ini Jumat 20 September 2019, Cancer Terlalu Bersemangat, Scorpio Jangan Pamrih!
Menariknya, ancaman hukuman bagi pelaku aborsi tersebut rupanya melebihi ancaman hukuman pelaku tindak pidana korupsi.
Pasal 604 draf RKUHP tentang tindak pidana korupsi tertulis bahwa:
"Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Kategori II dan paling banyak Kategori VI".
Peneliti Institute for Criminal and Justice System (ICJR) Erasmus Napitupulu mengatakan, meski ancaman hukuman yang diberikan hakim maksimal, ketentuan itu juga memuat ancaman hukuman minimal, yakni dua tahun.
Artinya, tetap ada potensi perempuan yang melakukan aborsi dipenjara lebih lama dari koruptor.
"Bisa jadi koruptor juga dapat pidana lebih tinggi. Tapi itu tergantung proses.
Potensi itu (perempuan yang melakukan aborsi dipenjara lebih lama dari koruptor) tetap ada," ujar Erasmus melalui pesan singkat, Jumat (20/9/2019).
Ia pun mendorong pengesahan RKUHP yang direncanakan dilakukan Selasa (24/9/2019) mendatang itu ditunda dan dibahas lebih lanjut bersama-sama elemen masyarakat sipil.
• Curiga Istri Selingkuh dengan Dokter, Pria Ini Lukai Dokter dengan Parang, Ternyata Salah Paham
• Viral Penabuh Kendang Didi Kempot Menangis, Ternyata Punya Semboyan untuk Sobat Ambyar
Pasal Korupsi di RKUHP Tak Sertakan Pidana Tambahan Uang Pengganti dan Pemufakatan Jahat
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, pasal mengenai korupsi dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) masih bermasalah.
Fickar mengatakan, Pasal 604-607 RKUHP mengenai tindak pidana korupsi tidak menyertakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
"Dalam RKUHP saat ini, tidak mengenal pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti," ujar Fickar ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (19/9/2019).
Selain itu, ia berpandangan bahwa RKUHP juga tidak mengatur mengenai percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk korupsi.
Padahal, kata Fickar, ketentuan itu tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• Prakiraan Cuaca BMKG Ambon dan Sekitarnya Hari Ini Jumat 20 September 2019, Dobo Hujan Siang Malam
• Terkuak Penyebab Ikan Mati di Pantai-pantai Ambon, Ada Upwelling
• Terbaru Harga HP Samsung September 2019, Samsung Galaxy A50s Sampai Samsung Galaxy S10
RKUHP disebut tidak mengadopsi pengaturan khusus yang ada dalam UU Tipikor, khususnya Pasal 15.
"Mengenai percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, yang akan dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana tindak pidana korupsi yang bersangkutan selesai dilakukan (delik penuh)," kata Fickar.
Fickar pun mengatakan bahwa RKUHP tidak boleh menurunkan derajat kejahatan luar biasa menjadi biasa.
Hal itu akan menghilangkan peran lembaga yang seharusnya menangani kejahatan luar biasa tersebut, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Pemuatan pasal-pasal korupsi tidak boleh menggradasi statusnya sebagai tindak pidana luar biasa dan melemahkan KPK," tutur Fickar.
Diberitakan, DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).
(Kompas.com/Kristian Erdianto/Devina Halim)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pelaku Aborsi Berpotensi Dipenjara Lebih Lama Dibanding Koruptor" dan "Pasal Korupsi di RKUHP Tak Sertakan Pidana Tambahan Uang Pengganti dan Pemufakatan Jahat".
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/ambon/foto/bank/originals/rkuhp.jpg)