Ambon Hari Ini

Tawuran Mahasiswa UKIM Dinilai Sebagai Kegagalan Tata Kelola Kampus

Giovani Walewawan, menyebut bahwa aksi kekerasan ini adalah cerminan krisis otonomi mahasiswa dan kegagalan kepemimpinan di kampus tersebut.

TribunAmbon/jenderal
TAWURAN MAHASISWA - Tampak suasana depan Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) di kawasan Talake, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, Rabu (5/11/2025) Sore. 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM – Insiden tawuran brutal antar mahasiswa di Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) yang berujung pada perusakan aset kampus, dinilai bukan sekadar kenakalan.

Peristiwa ini disebut sebagai alarm institusional yang berasal dari disfungsi sistemik tata kelola kampus, khususnya di bidang kemahasiswaan.

Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UKIM, Giovani Walewawan, secara tegas menyebut bahwa aksi kekerasan ini adalah cerminan krisis otonomi mahasiswa dan kegagalan kepemimpinan di kampus tersebut.

Baca juga: Satbrimob Polda Maluku Rayakan HUT ke-80, Dansat: Brimob Hadir di Hati Masyarakat

Baca juga: Muda-mudi Warga Malteng Galau Bareng Justy Aldrin di Puncak Moluccas Financial Day 2025

Walewawan menunjuk langsung Bidang Kemahasiswaan (yang dipegang oleh Wakil Rektor atau Dekan III) sebagai titik disfungsi utama. 

Ia menilai otoritas yang seharusnya menjadi pembina karakter mahasiswa ini bersifat absurd (tidak masuk akal) dan absen.

"Fungsi ideal mereka sebagai mediator konflik akar rumput telah berubah menjadi birokrasi yang dingin dan jauh," ujar Walewawan kepada TribunAmbon.com, Minggu (9/11/2025).

Menurutnya, para petinggi ini hanya hadir secara formal administratif, namun gagal menjangkau dan memahami kondisi psikologis mahasiswa secara mendasar.

Ketiadaan kehadiran otoritas di tengah-tengah mahasiswa menciptakan kekosongan kekuasaan. 

Ruang kosong ini, secara naluriah, diisi oleh sentimen kelompok, seperti loyalitas kedaerahan atau primordialisme fakultas, yang sangat rentan memicu gesekan. 

Akibatnya, konflik kecil dengan mudah membesar dan meledak menjadi aksi brutal.

Akar masalah ini diperparah oleh krisis otonomi total yang dialami Organisasi Senat Mahasiswa (SMU dan SMF). 

Walewawan menyebut, struktur kepemimpinan mahasiswa ini telah berubah menjadi lukisan cantik yang steril dan mandul.

 * Intervensi Berlebihan: Pimpinan kampus dinilai melakukan over-regulasi atau intervensi yang berlebihan.

 * Kebebasan Dibonsai: Kebebasan mahasiswa untuk berinisiatif dikebiri, membuat program kerja Senat hanya menjadi ritual administratif.

Struktur kepemimpinan mahasiswa yang seharusnya menjadi wadah kritis kini telah menjadi perpanjangan tangan birokrasi, mengubah aktivis menjadi sekadar Event Organizer (EO) seremonial.

Dampaknya, energi intelektual dan kreativitas mahasiswa mencari saluran di luar jalur resmi kampus, yang pada akhirnya sering berujung pada benturan kelompok eksklusif dan tindakan destruktif seperti tawuran.

Walewawan menegaskan bahwa tawuran UKIM harus menjadi momentum untuk revitalisasi radikal tata kelola kampus. 

Puncaknya, tuntutan ini harus diwujudkan melalui Pemilihan Rektor UKIM yang akan datang.

Ia menyerukan agar kepemimpinan Rektor yang baru wajib melihat Bidang Kemahasiswaan sebagai investasi strategis, bukan sekadar beban administratif. 

"Rektor baru harus berani mengembalikan Otonomi Penuh pada Senat Mahasiswa (SMU dan SMF) serta menunjuk Wakil Rektor III sebagai figur lapangan; seorang strategis intelektual, bukan pemimpin seremonial," tuturnya.

Walewawan menutup dengan tuntutan bahwa Bidang Kemahasiswaan harus menarik diri dari peran over-regulator (pengatur berlebihan) menjadi pembina dan fasilitator yang otentik.

“Mengembalikan otonomi dan komunikasi otentik adalah kunci agar 'Kampus Orang Basudara' menjadi kenyataan yang kokoh, bukan hanya ironi yang terkoyak oleh kekerasan,” tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved