Wisata Maluku

Adat Cuci Negeri Soya Jadi Warisan Tak Benda Indonesia, Begini Ritualnya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Di Soa Erang, rombongan dari Teung Tunisouw dielu-elukan oleh rombongan Soa Erang yang kemudian menyatukan diri dalam kain Gandong.

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Cuci Negeri Soya merupakan tradisi adat yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya di Negeri Soya, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.

Merupakan acara adat yang paling ditunggu anak negeri termasuk pecinta wisata budaya.

Pelaksanaannya puncak Cuci Negeri selalu pada hari Jumat minggu ke dua bulan Desember, dan prosesinya berlangsung sejak hari Rabu. 

Sebelum ke prosesi itu, tepat tanggal 1 Desember tetua adat melangsungkan Rapat Saniri Besar (Rapat Adat) yang dipimpin oleh Raja Negeri Soya.

Selain membahas pelaksanaan tradisi, dalam kesempatan itu juga akan dibahas persoalan lain yang tengah dihadapi; seperti bencana.

Setelah berbagai hal disepakati, perangkat adat hingga warga membuat berbagai persiapan.

Tepat di hari Rabu minggu kedua bulan Desember, Cuci Negeri atau atau picah Negeri dimulai dari sekolah dan seputaran Gereja.

Dan hari kedua yaitu hari kamis di tempat putar sampai ke Baileu Samasuru dan sekitarnya.

Seluruh warga akan bergotong royong membersihkan negeri.

Rombongan Soa Pera dikelilingi kain Gandong dalam Adat Cuci Negeri Soya, Jumat (8/12/2023). (TribunAmbon.com/ Jenderal Louis)

Tanpa terkecuali, seorang perempuan yang baru saja nikah dengan seorang pemuda Negeri Soya juga wajib ikut ritual sebagai bentuk ketaatan.

Biasanya mereka disebut “Mata Ina Baru” atau Ibu yang baru.

Pada Kamis malam, para pemuda (yang sudah ditahbiskan sebagai anggota Sidi Gereja) dari Soa Pera (yang bermarga Rehatta, Huwaa, Pesulima, dan Tamtelahitu) akan naik ke Gunung Sirimau untuk matawana/ begadang di Tunisouw.

Disana orang-orang tua akan menceritakan sejarah, pengalaman-pengalaman, menaikan permohonan meminta berkat, kemakmuran dan keturunan serta menjauhkan Negeri dari penyakit.

Saat fajar menyingsing akan dilakukan pembersihan di puncak gunung, semua orang akan berpuasa (tanpa makan dan minum).

Kemudian pada Pukul 15.00, mereka akan turun dari gunung, disambut di Soa Erang oleh Kepala Soa dan Upu-upu Mata Ina pada tempat di mana semua marga pendatang itu berada, tepatnya di Teung Rulimena (batu peringatan marga yang memimpin di Soa tersebut).

Mereka akan dijamu makan sirih pinang dan tabaku oleh Upu-upu Mata Ina. Semua rombongan menuju ke Baileu Samasuru untuk berkumpul.

Sesampainya di depan Baileu Samasuru, rombongan disambut oleh Upu-upu Mata Ina.

Dari Baileu, rombongan akan menjemput Raja Negeri / Upu Latu Jisayehu dipimpin oleh Kepala Soa Adat untuk kembali ke Baileu Samasuru.

Dari rumah Raja, rombongan kembali ke Baileu Samasuru dan disambut oleh Upu-upu Mata Ina. Raja dan para tamu undangan duduk pada tempat yang sudah disediakan.

Selanjutnya rentetan acara Upacara Adat yang akan dilaksanakan yaitu :

  • Pembersihan Baileu Samasuru oleh Upu-upu Mata Ina
  • Wejangan (sambutan) Upu Latu Jisayehu (Raja)
  • Kapata dari Kepala Soa Erang
  • Doa oleh guru Latu Jisayehu (Pendeta)
  • Kapata oleh Kepala Soa Adat
  • Istirahat (dijamu dengan pinang, tabaku, dan anggur)

Kemudian rombongan dibagi menjadi dua, Soa Erang ke Wai Unuwei dan Soa Pera Wai Werhalouw.

Di air itu, mereka mencuci tangan, kaki, dan wajah sebagai lambang pembersihan diri sebelum kembali dan menyatu dalam Kain Gandong.

Kain Gandong adalah sebuah kain putih yang kedua ujungnya dipegang oleh dua ibu tertua dari Soa Pera dengan membentuk huruf U sembari menantikan rombongan yang naik dari Wai Werhalouw.

Setelah rombongan ini masuk ke dalam Kain Gandong, Kain Gandong diputar-putar sebanyak 3 kali mengelilingi rombongan dimana di dalam kain gandong akan ada balas membalas pantun/suhat dan dalam suhat disebutkan nama-nama Teung, sambil melanjutkan perjalanan menuju Soa Erang untuk menjemput rombongan.

Di Soa Erang, rombongan dari Teung Tunisouw dielu-elukan oleh rombongan Soa Erang yang kemudian menyatukan diri dalam kain Gandong.

Di tempat itu pula kain Gandong diputar-putar sebanyak 3 kali mengelilingi rombongan yang telah bersatu itu.

Selanjutnya kedua rombongan yang telah Bersatu dalam kain Gandong tersebut sambil bersuhat menuju Kembali ke rumah Raja/upu latu jisayehu.

Setelah itu, diadakan pesta sampai pagi agar orang-orang tidak lagi pulang ke rumah dan akan melanjutkan dengan adat cuci aer pada hari sabtu.

Maksud dari penyelenggaraan dan perayaan Upacara Adat tiap tahun di Negeri Soya oleh penduduk maupun semua orang yang merasa hubungan keluarganya dengan Negeri Soya bukan semata-mata didasarkan oleh sifatnya yang tradisional.

Tetapi lebih dari itu, dimaksudkan untuk memelihara, dan atau menghidupkan secara terus menerus kepada generasi sekarang maupun yang akan datang. (*)

Berita Terkini