Buru Selatan

HUT ke-17, Ini Catatan Strategis dari Putra Daerah untuk Masa Depan Buru Selatan

Asa akan pemerataan pembangunan dan pelayanan publik yang lebih dekat terwujud dengan lahirnya Kabupaten Buru Selatan.

Jenderal Louis
BURU SELATAN - Richard Solissa, seorang pemerhati kebijakan publik sekaligus putra daerah mengungkapkan pandangannya yang cukup menohok bertepatan dengan 17 tahun berdirinya Kabupaten Buru Selatan, Senin (21/7/2025). 

Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis

TRIBUNAMBON.COM – Tepat 17 tahun yang lalu, pada 21 Juli 2008, asa akan pemerataan pembangunan dan pelayanan publik yang lebih dekat terwujud dengan lahirnya Kabupaten Buru Selatan sebagai daerah otonomi baru. 

Pemekaran ini didasari oleh keinginan kuat masyarakat di wilayah selatan Pulau Buru untuk memiliki pemerintahan yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka. 

Namun, setelah hampir dua dekade berjalan, pertanyaan krusial muncul: apakah pemekaran ini benar-benar telah mencapai tujuan yang diharapkan?

Richard Solissa, seorang pemerhati kebijakan publik sekaligus putra daerah Buru Selatan, mengungkapkan pandangannya yang cukup menohok. 

Menurutnya, Buru Selatan saat ini adalah gambaran nyata daerah pemekaran yang masih berjuang keras menghadapi berbagai tantangan pembangunan yang akut.

"Data dan fakta lapangan menunjukkan, meski ada sejumlah kemajuan, Buru Selatan masih dibayangi oleh persoalan klasik daerah tertinggal," ungkap Richard kepada TribunAmbon.com, Senin (21/7/2025).

Baca juga: Ramalan Zodiak Cinta Selasa, 22 Juli 2025: Leo Nyaman dengan Pasangan, Virgo Pikirkan dengan Baik

Salah satu sorotan utama adalah kondisi infrastruktur jalan yang masih sangat memprihatinkan. 

Dari total sekitar 1.200 km jalan kabupaten, data BPS Buru Selatan tahun 2024 menunjukkan baru sekitar 20 persen yang berada dalam kondisi baik. 

Angka ini secara langsung berdampak pada isolasi banyak desa, khususnya di Kecamatan Leksula, Kepala Madan, Fena Fafan, dan Waesama, terutama saat musim hujan tiba. 

Aksesibilitas yang buruk ini menjadi penghambat utama bagi roda perekonomian dan mobilitas masyarakat.

Richard menegaskan, sektor pendidikan dan kesehatan juga tak luput dari persoalan serius. 

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Buru Selatan, dari 164 satuan pendidikan formal, angka partisipasi murni untuk jenjang SMA masih di bawah 60 persen. 

Kesenjangan akses pendidikan antara daerah pedalaman dan pesisir terluar sangat rentan, diperparah oleh minimnya tenaga pengajar berkualitas.

Di bidang kesehatan, Kabupaten bertajuk 'Lolik Lalen Fedak Fena' ini hanya memiliki satu RSUD yang terpusat di Namrole, ibu kota kabupaten. 

Distribusi tenaga medis yang sangat terbatas menyebabkan rasio dokter masih jauh dari ideal. 

Akibatnya, masyarakat di desa-desa terpencil kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang layak dan cepat.

Baca juga: Badan Saniri Lapor Dugaan Penyalahgunaan Dana Desa Ohoi Debut ke Polres Malra

Belum cukup di situ, Richard menyoroti sektor pertanian dan perikanan yang masih menjadi tulang punggung ekonomi Buru Selatan, dengan kontribusi masing-masing 37 persen dan 18 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 

Namun, Richard Solissa menyatakan adanya kelemahan fundamental; minimnya hilirisasi dan industrialisasi.

"Tanpa hilirisasi dan industrialisasi, ekonomi masyarakat hanya berputar di sektor hulu yang bernilai rendah," jelas Richard. 

Tingkat kemiskinan yang mencapai 28,3 persen menjadi sinyal keras bahwa sektor ekonomi belum sepenuhnya berdaya untuk mengangkat taraf hidup masyarakat. 

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Buru Selatan tahun 2024 yang tercatat 48,6 – masuk kategori rendah – semakin memperjelas korelasi antara kualitas pendidikan, kesehatan, dan daya beli masyarakat.

Richard Solissa memaparkan bahwa pemekaran daerah memang membawa kemudahan administratif dan peluang percepatan pembangunan. 

"Jika tidak diikuti dengan strategi pembangunan yang terukur, pemekaran justru bisa menjadi beban fiskal dan stagnasi pelayanan publik," ujarnya khawatir.

Ia menegaskan, Buru Selatan saat ini menghadapi tantangan serius dalam membangun infrastruktur dasar, meningkatkan kualitas SDM, dan memperkuat ekonomi lokal.

Richard juga tidak menampik masalah klasik seperti birokrasi yang belum sepenuhnya profesional, rendahnya transparansi anggaran, serta lemahnya peran desa dalam pembangunan.

*Catatan Strategis untuk Masa Depan Buru Selatan*

Dalam rangka refleksi HUT ke-17 Kabupaten Buru Selatan, Richard Solissa menawarkan beberapa catatan kebijakan strategis yang diharapkan menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten:

 * Pembangunan Infrastruktur Berbasis Kebutuhan Rakyat: Memprioritaskan pembangunan jalan desa, listrik, dan jaringan komunikasi di wilayah terpencil sebagai fondasi keterhubungan masyarakat.

 * Penguatan SDM Melalui Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Lokal: Meluncurkan beasiswa daerah, pelatihan keterampilan, dan merevitalisasi pendidikan vokasi berbasis potensi lokal (pertanian, perikanan, UMKM).

 * Pemerataan Layanan Kesehatan Berbasis Keadilan Sosial: Penempatan tenaga medis dengan pola insentif khusus dan pengembangan layanan kesehatan keliling untuk desa-desa pesisir dan pedalaman.

 * Pengembangan Ekonomi Rakyat Berbasis Hilirisasi: Mendorong program hilirisasi produk lokal seperti kopra, kakao, dan hasil laut, serta memfasilitasi koperasi dan UMKM agar terhubung ke pasar regional.

 * Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Desa: Menerapkan sistem merit, peningkatan kapasitas aparatur, dan pembenahan tata kelola pemerintahan desa.

"HUT ke-17 Kabupaten Lolik Lalen Fedak Fena ini seharusnya menjadi lebih dari sekadar seremoni tahunan," tegas Richard. 

Baginya, ini adalah momentum evaluasi, pembenahan, dan penataan ulang prioritas pembangunan. 

"Buru Selatan butuh visi pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan rakyat, bukan sekadar program pembangunan infrastruktur yang terjebak dalam angka-angka serapan anggaran," pungkasnya.

Sebagai putra daerah dan pemerhati kebijakan publik, Richard Solissa percaya bahwa Buru Selatan mampu bangkit. 

"Namun, kebangkitan itu hanya bisa terwujud jika ada kemauan politik yang kuat, kolaborasi dengan masyarakat, dan keberanian melakukan terobosan di luar zona nyaman birokrasi," tutupnya optimis. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved