Maluku Terkini
House of Minnesti Konsisten Ubah Limbah Kerang Jadi Aneka Aksesoris khas Maluku sejak Tahun 2007
Beraneka aksesoris berupa kalung, gelang, bros, anting-anting hingga giwang diproduksinya dengan bahan dasar limbah kerang
Penulis: Jenderal Louis MR | Editor: Salama Picalouhata
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Jenderal Louis
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Kreatifitas bisa datang dari siapa saja dan kapan saja, bahkan dari kepedulian akan limbah.
Hal itu dirasakan Owner House of Minnesti, Jacoba M. Louhenapessy.
Belasan tahun lalu wajahnya muram melihat begitu banyak limbah kerang sisa penelitiannya bersama mahasiswa di Laboratorium Universitas Pattimura Ambon.
Perempuan yang akrab disapa mama Ako, kala itu masih berprofesi sebagai dosen di Fakultas Perikanan Unpatti.
Prihatin melihat limbah sisa penelitian terbuang sia-sia menyulut kreativitas membuat aneka aksesoris.
Dirinya juga memanfaatkan sisa kain perca milik sang ibu yang berprofesi sebagai penjahit.
"Awalnya dari kerang sisa penelitian, dulu terbuang begitu saja. Lalu muncul ide untuk membuat oleh-oleh khas Maluku. Saya kombinasikan dengan kain perca juga," tutur perempuan
Usia tak jadi halangan bagi perempuan kelahiran Ambon, 2 Februari 1960 itu untuk berkreasi.
Beraneka aksesoris berupa kalung, gelang, bros, anting-anting hingga giwang diproduksinya dengan bahan dasar limbah kerang dan kain perca.
Konsisten sejak tahun 2007, aksesorisnya kerap tampil di berbagai pameran.
Bahkan sudah dipasarkan di toko Oleh-oleh Santo, Gedung Dekranasda Provinsi, Dekranasda Kota Ambon dan di Bandara Pattimura.
Dikatakan, sebagai UMKM yang bergerak di bidang fashion kunci keberhasilan adalah beradaptasi dengan perkembangan zaman.
"Produk kita hanya aksesoris tapi bentuk dan warna disesuaikan dengan trend fashion. Sehingga produk kita masuk di berbagai kalangan," ucapnya.
Sembari menikmati masa-masa pensiun sebagai dosen, Mama Ako kini makin gencar berinovasi menciptakan beragam aksesoris.
Bahan dasar kerang biasa didapat dari beberapa pantai di Negeri Allang, Latuhalat dan Hutumuri.
Tak hanya memproduksi aksesoris, Mama Ako juga sering menjadi pembicara diberbagai kegiatan.
Baginya ilmu yang dimiliki perlu dibagikan kepada anak muda, selain menyebarkan semangat mencintai lingkungan dengan cara mengolah limbah.
Dia berharap agar limbah dapat dimanfaatkan dengan baik.
"Saya juga seringkali menjadi pemateri pemanfaatan limbah supaya ini tidak mati, ada yang meneruskan," cetusnya.
Harga yang dipatok juga terjangkau, mulai dari Rp. 20 ribu.
Selain itu aksesoris dibuatnya eksklusif, sehingga ketika dipakai konsumen merasa kebanggaan tersendiri.
"Kalung tenun etnik ini paling laris, harganya cuma Rp. 100 ribu. Setiap produk kami buat satu tidak replikasi jadi ada kesan bangga karena produknya eksklusif," tutupnya dengan senyuman.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.