Lifestyle
Tanggapan Pakar soal Cuitan Netizen yang Bilang Orang Tak Mampu Harus Childfree
Selain orang tidak mampu, warganet juga menilai, orang yang harusnya childfree adalah mereka yang tidak memiliki ilmu dan waktu yang cukup untuk mendi
TRIBUNAMBON.COM - Netizen ramai memperbincangkan soal childfree belakangan ini di media sosial X.
Cuitan dengan narasi itu ditujukan agar orang tidak mampu seharusnya tidak memiliki anak atau childfree.
Cuitan ini diunggah akun @tanyarlfes, pada Minggu (7/1/2024) lalu, dan mendapatkan respon beragam dari netizen.
Untuk diketahui, childfree adalah keputusan seseorang atau pasangan untuk tidak mempunyai keturunan.
Selain orang tidak mampu, warganet juga menilai, orang yang harusnya childfree adalah mereka yang tidak memiliki ilmu dan waktu yang cukup untuk mendidik anaknya.
"Bukan untuk orang-orang kaya yang pintar," tulis warganet.
Hingga Senin (8/1/2024), cuitan dengan narasi orang tidak mampu seharusnya childfree sudah ditayangkan sebanyak 1,5 juta kali.
Tanggapan pakar
UGM Pemerhati gender yang juga dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mashita Pitaloka Fandia P., S.IP., M.A. merespons cuitan yang menyatakan orang tidak mampu seharusnya melakukan childfree.
Menurut Mashita, childfree atau memiliki anak itu bukan persoalan harus atau tidak harus melainkan persoalan pilihan yang dilakukan secara sadar dan penuh pertimbangan.
Ia menilai, keputusan memiliki anak atau tidak membutuhkan pertimbangan tersendiri.
"Enggak ada orang yang boleh menentukan apakah orang lain itu harus childfree atau tidak," ujarnya.
Lebih lanjut, Mashita juga menyampaikan, pasangan yang belum siap secara kapasitas diri, atau belum cukup baik dari segi mental maupun finansial, sebaiknya menunda kelahiran anak atau memilih childfree.
Pasalnya, jumlah anak yang terlantar berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dinilai Mashita masuk kategori mengkhawatirkan.
"Jadi, perdebatan itu seharusnya bukan fokus pada pilihan personal orang untuk childfree atau tidak, melainkan isu kolektif yang mana adalah anak-anak terlantar di Indonesia," kata dia.
• Tes Kepribadian: Temukan Bayi Perempuan di Antara 4 Bayi di Gambar Ini!
Apakah childfree bisa mengurangi kemiskinan?
Mashita menjelaskan, keberadaan anak termasuk salah satu faktor penentu kemiskinan, tapi bukan jadi faktor utama.
Ia menilai, faktor utama kemiskinan adalah kemiskinan struktural dan kerangka masyarakat Indonesia yang membuat seseorang yang kaya menjadi lebih kaya dan yang miskin menjadi lebih miskin.
Bila childfree diterapkan, langkah ini disebut Mashita belum tentu mampu mengurangi jumlah kemiskinan.
Mashita menerangkan, faktor yang menyebabkan kemiskinan bisa berasal dari kondisi masyarakat, seperti pandemi Covid-19.
"Jadi bukan hanya faktor childfree atau punya anak yang berpengaruh pada kemiskinan, melainkan tentang kesediaan lapangan pekerjaan di indonesia," ungkapnya.
"Faktanya, tingkat pengangguran di Indonesia tinggi bukan karena punya anak atau tidak, melainkan karena tidak adanya lapangan pekerjaan yang memadai, tarif pendidikan yang sangat mahal, dan masih banyak lagi," sambung Mashita.
Ia menambahkan, Indonesia diperkirakan akan mengalami ledakan penduduk beberapa tahun ke depan sehingga perlu langkah antisipasi konkret.
Menututnya, negara perlu siap memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang terjangkau, serta lapangan pekerjaan yang mumpuni, bukan soal childree atau tidak.
"Keturunan adalah hak setiap individu, jadi ketika ada problem kemiskinan, jangan lantas menyuruh orang untuk setop berketurunan, melainkan menyiapkan layanan yang mumpuni," pungkas dia.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.