Musisi Berdarah Maluku
Bermimpi Jadi Nelayan Ditantang Orangtua, Franklin Hubert Sahilatua Sukses sebagai Musisi Ternama
Karya yang dihasilkan atas keresahannya tergambar dengan jelas di lagu Terminal, Orang Pinggiran, Perahu Retak, Menangis dan Di Bawah Tiang Bendera.
Penulis: M Fahroni Slamet | Editor: Adjeng Hatalea
Laporan Wartawan TribunAmbon.com, Fahroni Slamet
AMBON, TRIBUNAMBON.COM - Kepulauan Maluku memliki banyak laut yang menjadi mata pencaharian masyarakatnya.
Menurut data menteri kelautan perikanan bahwa hasil laut Maluku bisa mencapai 3,9 juta ton atau bila di rupiahkan sebesar Rp117 triliun.
Dari data tersebut banyak dari masyarakat pada pesisir Maluku banyak yang menggantungkan harapan mereka pada laut mereka.
Sering sekali kita mendapati banyak anak muda yang menjadikan Nelayan sebagai cita-cita mereka.
Hal ini juga berlaku kepada Franklin Sihalatua.
Awalnya ia sangat ingin menjadi Nelayan namun seiring dengan pencariannya menentukan karater pribadinya, dia pun memilih untuk menjadi penyanyi.
Bernama asli Franklin Hubert Sahilatua, lahir di Surabaya, Jawa Timur 16 Agustus 1953 dari pasangan yang berasal dari Kepulauan Maluku, Hubert Johannes Sahilatua dan Theodora Joveva Uneputi-Sahilatua.
Anak ketiga dari tujuh bersaudara ini tak mendapat restu dari kedua orang tuanya untuk menjadi Nelayan.
Ia pun memutuskan untuk menjadi penyanyi.
Keputusan kedua orang tuanya itu tepat, lantaran ia akan jaya dengan suara yang dimilikinya.
Karir bermusiknya dimulai ketika ia masih berada di bangku sekolah.
Bersekolah di SMA Pemuda Surabaya membuat ia menggelincirkan dirinya di dunia musik.
Ketika berkuliah di Akademi Akutansi Surabaya, ia sering diundang untuk mengisi acara di kampus lain.
Berkat manggung dengan suara khas nya, ia dikenal oleh di sejumlah kampus.
Dari acara-acara tersebut ia berhasil mendapatkan upah dari suaranya.
Baca juga: Tinggalkan Maluku untuk Bermusik, Yopie Latul Hipnotis Pecinta Musik Tanah Air dengan Lagu Poco-poco
Mungkin ini menjadi awal yang baik ketika ia tidak bisa menggapain cita-citanya menjadi nelayan.
Franklin adalah seorang yang mandiri.
Karena tidak ingin memberatkan ibu dan ayahnya, ia memutuskan untuk menabung dari hasil manggungnya di beberapa kampus.
Uang yang dia tabung ia pakai untuk merantau lagi ke Jakarta dan mencoba untuk melangkah ke jenjang karir yang profesional.
Di Jakarta pada tahun 1973 ia berusaha untuk mendapatkan dapur rekaman.
Perjuangan yang dia lakukan terbilang berat.
Pasalnya, ia baru bisa masuk dapur rekaman Yakawi semenjak kedatanganya di ibu kota.
Album pertamanya “Senja Indah di Pantai” ia keluarkan dengan berduet dengan adiknya, Jeanne Maureen Sahilatua.
Lirik lagu yang ia buat bersama adiknya cenderung tentang pemujaan kepada alam.
Ini tergambar jelas di lirik lagu “Musim Bunga” dan “Kepada Angin dan Burung”.
Gaya bermusik bersama adiknya ini cenderung bergaya Country.
Mereka berdua berhasil melahirkan sekitar 15 Album berlabel dari dapur rekaman Jackson Record.
Mereka memutuskan mengakhiri kerja sama dalam karir bermusik, lantaran sang adik, Jeanne menikah dan memusatkan dirinya ke keluarga kecilnya.
Hal itupun menjadikan pria yang besar dengan Franky ini menjadi Solo Karir.
Pada tahun 1992 - 1993 karena banyak tekanan atas kebebasan berekspresi yang mulai membuat resah kalangan seniman.
Pada saat itu gerakan-gerakan perlawan mulai tumbuh dalam media seni.
Hal ini membuat sang Franky ikut turut bergerak.
Karya yang dihasilkan atas keresahannya tergambar dengan jelas di lagu Terminal, Orang Pinggiran, Perahu Retak, Menangis dan Di Bawah Tiang Bendera.
Ketika perlawan yang begejolak banyak tumbuh, membuat Franky semangat dan terus konsisten menyuarakan keresahannya.
Hal-hal yang coba ia salurkan kembali dituangkan dalam lirik-lirik lagunya yang tajam menyindir pemerintahan.
Momentum itu ia tuangkan dalam karya-karyanya, seperti lagu Aku Mau Presiden Baru dan Jangan pilih Mereka.
Dalam karirnya yang memuncak dan memposisikan diri menjadi koalisi, ia membuat penggalangan dana dan membuat bantuan untuk kemanusiaan untuk masyarakat yang membutuhkan.
Hasil penjualan Album Hati yang di produksi Solidaritas Indonesia (Solid), ia gunakan untuk membantu korban gempa Jogja dan sekitarnya.
Dalam melakukan pergerakan dengan musik ia ingin terus produktif dalam bernyanyi.
Ia tidak hanya ingin menjadi penyanyi, ia ingin berapi dalam musiknya.
Dalam pergerakan ini Franky tidak sendiri. Lagu yang ia ciptakan dibawah tiang bendera misalnya, ia ciptakan dengan seniman yang sejalan dan sepemikiran dengannya, Iwan Fals.
Lagu yang dibuat pada tahun 1996 itu berlatar belakang 27 Juli.
Ada juga lagu yang ia buat dan dibawakan oleh sahabat seperjuangan itu, Kemesraan.
Selain terkenal sebagai penyanyi, nyata nya Franky banyak dikenal sebagai seorang aktivis.
Pada lagu-lagunya yang seperti orasi itu, ia juga pada tahun 2004 dengan terang-terangan mendukung Amien Rais sebagai calon presiden yang menurutnya bersih.
Lalu pada tahun 2010 ia dinobatkan penerima penghargaan Lifetime Achievement Award yang diberikan SCTV Award 2010, atas semua perannya di dunia musik Indonesia.
Ia juga menikahi pujaan hati, Herawatininggrum dan di karuniai Dua buah hati, Ken Noorca Sahilatua, Hugo Delano Sahilatua.
Semua manusia pasti akan merasakan kematian.
Arti yang penuh dengan perlawanan ini telah berpulang Pada hari Rabu, 20 April 2011, pukul 15.15 WIB, penyanyi balada dan pencipta lagu Kemesraan ini menutup usia RS Medika Permata Hijau dikarenakan sakit kanker sumsum tulang belakang.
Jenazah pengagum Mahatma Gandhi, Bung Karno, Nabi Muhammad dan Yesus Kristus ini dimakamkan pada hari Jumat, 22 April 2011 di TPU. Tanah Kusir, Jakarta Selatan.
Dari perjlanan karir sang aktivis ini kita dapat mengambil pelajaran.
Mulai pergerakannya dalam menyuarakan aspirasi masyarakat sampai dengan selalu menuruti keinginan keluarga.
Ketika kita mengikuti kemauan orangtua pasti akan mendapat restu dan memudahkan perjalanan kita kelak.(*)
