Tanggapan Kontra untuk Reuni 212, Aktivis NU: Kegiatan Politik yang Memakai Idiom-idiom Keagamaan
Tanggapan kontra sejumlah pihak terkait Reuni 212, Guntur Romli: "kegiatan politik yang memakai idiom-idiom keagamaan."
TRIBUNAMBON.COM - Aksi Reuni 212 yang digelar Senin (2/12/2019) pagi di Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat.
Peringatan dua tahun aksi yang digelar 2 Desember 2017 itu mendapat tanggapan kontra dari sejumlah pihak.
Tanggapan kontra tersebut datang dari Guntur Romli, Direktur Lembaga Pemilihan Indonesia, hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat.
Berikut ini Tribunnews rangkum tanggapan tokoh-tokoh di antaranya :
• Sambutan Rizieq Shihab di Reuni 212, Dicekal Pemerintah Arab Saudi atas Permintaan Indonesia
1. Aktivis Muda Nahdlatul Ulama (NU), Guntur Romli
Guntur Romli mengatakan gerakan 212 adalah kegiatan politik yang menggunakan idiom keagamaan.
Ia berpendapat jika aksi dari PA 212 tersebut dari awal memang sebuah kegiatan politik.
"Kalau saya melihat 212 dari awal adalah kegiatan politik yang memakai idiom-idiom keagamaan," ujar Guntur melalui YouTube Talk Show TV One, Sabtu (30/11/2019).
Menurutnya, pada 2016 lalu, aksi 212 dalam konteks Pemilihan Kepala Daerah (pilkada) DKI Jakarta, dan berawal dari kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok.
"Terlepas dari 212 yang pertama, konteksnya adalah pilkada DKI, kemudian ada kasus disitu masalah Pak Ahok," kata dia.
Namun setelah Ahok diputuskan bersalah dan sudah mendekam di balik jeruji besi, aksi 212 tersebut tetap berjalan.
Aksi Reuni Akbar PA 212 itu sudah diselenggarakan pada 2017 dan 2018 lalu.
• Jelang Reuni 212, Tentang kehadiran Prabowo Subianto dan Habib Rizieq Shihab: Kita Upayakan
Guntur berujar pada Reuni Akbar 2018 lalu, PA 212 menggunakannya sebagai kepentingan politik untuk pemilihan presiden 2019.
Menurutnya, pada waktu itu PA 212 menggunakan aksi reuni tersebut untuk mendukung Prabowo Subianto, yang saat itu menjadi lawan Jokowi.
"Tapi kemudian setelah Pak Ahok dihukum, tetap saja 212 bergulir, dan kita tahu itu digunakan sebagai politik untuk 2019, waktu itu adalah Pak Prabowo," tutur Guntur.
